Selamat Datang, Mahasiswa Baru Ilmu Filsafat UGM 2015

   Alhamdulillah. Setelah menjalani berbagai perjalanan, akhirnya saya mendapatkan hasil dari apa yang telah saya (kami) usahakan. Saya berterima kasih banyak kepada Allah, orang tua saya, keluarga, sahabat, teman, dan seluruh orang yang sudah banyak membantu saya hingga saya mencapai ini. Sekali lagi terima kasih banyak. Tanpa mereka, rasanya mustahil bisa meraih yang sekarang ini. Saya akan menceritakan ini beberapa tahap.


   Tahap SNMPTN
   Saya telah menceritakan banyak hal pada tulisan-tulisan saya sebelumnya tentang bagaimana saya memilih PTN untuk SNMPTN. SNMPTN atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri adalah salah satu jalur masuk ke perguruan tinggi negeri. Seleksi ini didasarkan pada nilai rapor semester 1 sampai semester 5, prestasi, akreditasi sekolah asal, dan sebagainya.

   Pada bulan Februari lalu SNMPTN 2015 dimulai. Hampir seluruh siswa sibuk dengan ini. Tak hanya siswa, beberapa guru yang terlibat juga sibuk menangani. Tentu saya tidak ingin melewatkan salah satu jalur masuk PTN ini. Dengan nilai rapor dan beberapa prestasi yang baik, saya sudah siap mengikuti jalur ini sebelum waktunya dimulai. Harapan saya sangat besar terhadap jalur ini karena nilai rapor saya cukup bagus dan prestasi saya lumayan banyak. Saya mendapatkan peringkat 1 kelas dan pararel -karena jurusan Bahasa di sekolah saya hanya satu kelas- sejak semester 3 hingga semester 5.

   Pada hari pertama pendaftaran SNMPTN, saya dan teman-teman sekolah saya belum ada yang mendaftar karena password belum dibagikan oleh pihak sekolah. Barulah sekitar satu minggu kemudian password dibagikan. Saya segera login dengan itu. Pada halaman awal, saya memeriksa nilai yang telah dimasukkan oleh pihak sekolah ke pangkalan data siswa SNMPTN. Setelah semua benar, saya segera memverifikasinya. Pada saat itu teman-teman saya masih ada yang membetulkan nilainya karena ada yang salah. Saya tidak banyak membuang waktu. Saya tidak ingin mendaftar di akhir waktu karena menurut cerita pengalaman SNMPTN tahun lalu jika mendaftar di akhir, maka biasanya server mengalami gangguan.



   Singkat cerita saya memilih Sastra Indonesia UI dan Ilmu Filsafat UI. Sebelum itu saya sempat bingung; apakah saya harus memilih UI atau UGM. Tapi, perasaan saya lebih mengarah ke UI. Sebelumnya saya sangat ingin masuk FSRD ITB. Tetapi melihat kemampuan menggambar saya yang ecek-ecek, saya melupakan keinginan itu. Saya yakin 80% akan diterima karena jurusan yang saya ambil sesuai dengan jurusan saya di SMA, yaitu Bahasa, lalu nilai rapor dan prestasi saya juga cukup, dan peminatnya relatif sedikit dibanding jurusan lain. Hal yang membuat saya agak ragu untuk diterima adalah masalah alumni sekolah. Belum ada alumni sekolah saya yang berkuliah di UI, sedangkan alumni merupakan salah satu penilaian dalam SNMPTN. Bismillah, saya melengkapi pendaftaran SNMPTN.

   Ada sesuatu yang saya lakukan, yang mungkin tidak dilakukan oleh siswa lain. Saya punya buku kumpulan puisi milik saya. Saya ingin menyertakannya pada bagian portofolio, berharap pihak UI nanti akan mempertimbagkan ini, hehe. Pada saat saya menekan bagian portofolio, tertulis "Anda tidak perlu mengunggah porofolio". Akhirnya, saya memfoto buku itu dan saya unggah ke bagian prestasi. Entah, apakah pihak UI melihat itu atau tidak, yang penting saya unggah saja.

   SNMPTN ditutup. Hari berganti hari saya menunggu. Rasanya sangat lama. Banyak anggota keluarga yang menanyakan hasilnya; saya bilang "belum pengumuman". Mereka memberi semangat kepada saya. Bukan hanya keluarga, teman-teman ayah di kantor dan teman-teman ibu pun ikut mendoakan dan terus menanyai kabar tentang ini. Bahkan teman ayah saya yang ada di Jakarta hampir setiap hari menghubungi ayah saya, mempertanyakan bagaimana kelanjutan SNMPTN yang saya ikuti. Anak teman ayah saya tersebut, Mbak Syifa, juga mendukung saya untuk masuk UI. Kebetulan dia adalah mahasiswi Sastra Jawa UI. Dia selalu memberi informasi tentang jurusan yang ada di UI. Di dalam kepala saya penuh dengan kata "UI" saat itu. Tidak lupa saya untuk selalu berdoa agar mendapat hasil yang terbaik.

   Tibalah waktu pengumuman. Tanggal 9 Mei. Menunggu hingga pukul 17.00. Awalnya pengumuman dijadwalkan pukul 12.00, namun beberapa hari sebelum pengumuman jadwal itu diubah menjadi pukul 17.00 WIB. Saya membuka akun sosial media saya seperti Facebook dan Twitter. Banyak twit tentang SNMPTN, bahkan SNMPTN sempat menjadi salah satu trending topic di Twitter jika tidak salah. Badan saya panas dingin. Tibalah pukul 17.00. Saya membuka web miror ITS. Itu adalah salah satu website untuk membuka hasil SNMPTN. Segera saya memasukkan nomor pendaftaran dan tanggal lahir saya. Bismillah. Hasilnya adalah...


"MAAF, ANDA TIDAK LOLOS SELEKSI INI"


   Seperti rasa tidak percaya itu menyelimuti kepala. Saya memanggil kedua orang tua saya untuk melihat. Seumur hidup saya hingga saat ini, itulah hal yang paling mengecewakan. Saya tidak bisa menahan kekecewaan saya. Keluarga dan teman saya menanyakan hasilnya. Saya sangat sedih untuk mengabarkan bahwa saya tidak lolos SNMPTN kepada mereka. Hal yang membuat saya agak tenang adalah ternyata tidak saya saja yang tidak diterima. Banyak teman-teman saya yang jauh lebih cerdas dari saya, dengan nilai yang lebih baik dari saya, dengan prestasi yang lebih banyak dari saya, juga tidak lolos dalam SNMPTN. Tapi, ini kan penilaian berdasarkan nilai dan prestasi? Bagaimana bisa? Entahlah. Bahkan, teman saya yang ada di Sidoarjo, ia punya nilai bagus dan punya juara hingga tingkat internasional, ia juara nasional jurnalistik DBL, ia tidak diterima. Bagaimana bisa? Lalu, saya menengok ke kakak angkatan saya. Banyak dari mereka yang pandai juga tidak diterima pada SNMPTN tahun lalu. Sejak saat itulah saya menganggap SNMPTN adalah jalur untung-untungan. Jika beruntung maka bisa masuk, jika tidak maka tidak lolos. Tapi, saya tetap merasa kecewa hingga beberapa hari. Hingga beberapa waktu saya terus bertanya-tanya kepada Allah mengapa saya tidak diloloskan di jalur ini.

   Saya tidak marah dan tidak iri bagi mereka yang diterima atau lolos SNMPTN. Saya malah mengucapkan "selamat" dan ikut senang. Saya justru jengkel kepada yang lolos SNMPTN tetapi tidak diambil. Mengapa? Itu justru akan merugikan adik kelas dan sekolahnya sendiri, dan ia tidak mensyukuri lolos SNMPTN. Contohnya seperti ini: seorang siswa angkatan 2015 diterima SNMPTN di Universitas X pada program studi Y. Entah karena apa, dia tidak mengambil ini dan malah mencoba jalur lain. Otomatis Universitas X akan memberi daftar hitam atau blacklist kepada adik kelasnya yang tahun depan akan mendaftar di program studi yang sama di universitas yang sama dengan siswa angkatan 2015 itu pada jalur SNMPTN. Jadi, saya berpesan kepada adik-adik yang akan mengikuti SNMPTN untuk memilih dengan baik program studi dan universitas yang dituju jika mengikuti SNMPTN. Tolong, jika kamu diterima pada jalur ini, tolong ambil, jangan sampai tidak. Jangan egois. Lebih baik kamu tidak mengikuti SNMPTN daripada diterima SNMPTN tapi tidak kamu ambil. Itu sangat merugikan.

   SNMPTN benar-benar memberi luka, tapi justru itulah titik balik dari semuanya. Percuma saja menyesali hasil SNMPTN; tidak akan bisa diubah. Akhirnya, perjuangan dimulai.



   Tahap SBMPTN, Tahap Perjuangan
   Perjuangan dimulai. Beberapa hari setelah pengumuman SNMPTN itu saya mulai mencari informasi tentang jalur masuk perguruan tinggi lain, terutama SBMPTN atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Saya segera membuka website SBMPTN. Saya mencari tahu tata cara pendaftaran SBMPTN. Jujur, awal mendaftar SBMPTN saya masih bingung karena saya belum mendapat informasi banyak tentang SBMPTN. Beruntung ada Halo SBMPTN. Tetapi, saya masih bingung memilih program studi dan universitas apa. Saya tetap ingin masuk UI awalnya. Saya ingin menjadi alumni pertama dari sekolah saya yang berkuliah di UI. Namun, saya belum seratus persen yakin. Saya mencoba menenangkan diri. Saya mencoba mempertimbangkan kembali.

   Suatu pagi saya duduk di ruang tamu sambil berdiam diri. Rasa hati dan kepala saya saat itu campur aduk. Saya mencoba memikirkan tentang universitas lain. Seketika itu nama UGM melintas di pikiran. Saya mulai berpikir positif tentang UGM. Tak lama setelah itu, saudara saya menelpon. Dia adalah anak dari budhe saya yang sudah bekerja di Jakarta. Namanya Bagos Setiawan. Saya memanggilnya "Mas Bagos".

   Awal menelpon ia mencoba menyemangati saya. Ia mencoba membuat pikiran saya agar lebih terbuka. Ketika ia berkata "coba cari kampus lain, Ris", pada saat itu saya segera menanyakan perbandingan antara Yogyakarta dan Jakarta atau Depok, serta Bandung karena ia pernah berkuliah di salah satu politeknik di Yogyakarta, berkuliah di ITB, dan akhirnya ke Jakarta. Jadi, saya pikir ia mempunyai pengalaman di tiga daerah tersebut. Pertanyaan utama saya adalah tentang kehidupan di masing-masing kota itu. Dia menjelaskan berbagai perbedaan dari kota-kota tersebut, mulai dari pergaulan, gaya hidup, biaya hidup, hubungan dengan masyarakat, sampai hal kecil seperti makanan. Ketika mendengar jawabannya, hati saya seperti berkata "mungkin ada harapan baru di Yogyakarta, mungkin tempat terbaik saya ada di Yogyakarta". Sungguh, itu adalah telepon yang sangat penting bagi saya. Mulai dari itu saya hanya fokus ke satu universitas: UGM.

   Saya segera mengisi pendaftaran SBMPTN. Bismillah, saya memilih Ilmu Filsafat, Arkeologi, dan Sastra Nusantara UGM. Karena semua yang saya pilih ada di Yogyakarta, maka saya harus ujian di Yogyakarta. Tak lama setelah itu saya mencoba mendaftar jalur lain. Saya teringat ada UTUL UGM atau Ujian Tulis UGM. Kebetulan UTUL UGM dan SIMAK UI diadakan pada hari yang sama. Saya sebenarnya juga ingin ikut SIMAK UI. Tetapi karena pertimbangan berbagai hal, saya lebih memilih UTUL UGM. Lagi pula sekalian saja tesnya di Yogyakarta semua. Urutan pilihan dalam SBMPTN dan UTUL UGM saya buat sama.



   Alasan saya memilih Ilmu Filsafat adalah karena saya sangat tertarik dengan filsafat. Menurut saya, filsafat merupakan kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat. Selain itu dengan belajar filsafat, saya harap akan memberi inspirasi-inspirasi untuk menulis. Ya, saya suka menulis. Saya butuh pemikiran kritis agar yang saya tulis tidak hanya tentang hal A atau B saja. Faktor lain adalah peminat Ilmu Filsafat UGM cenderung sedikit dan daya tampung lumayan besar. Kemudian Arkeologi. Sejak saya kecil, saya selalu tertarik dengan bangunan-bangunan kuno seperti candi atau tempat bersejarah lain. Setiap ada tayangan atau berita tentang itu, saya selalu berusaha mencari informasinya. Karena objek arkeologi lebih banyak di luar kampus, pasti pada saat kuliah nanti juga akan sering ke luar kampus. Dari situ saya berpikir bahwa kuliah arkeologi sangat menyenangkan. Akhirnya saya pilih arkeologi sebagai pilihan kedua. Tahukah kalian, pada SNMPTN lalu saya sempat memasukkan Arkelogi UI dalam daftar pilihan saya. Tetapi karena aturan satu universitas hanya bisa memilih dua prodi, saya lebih memilih Ilmu Filsafat. Alasan lain adalah Arkeologi UI pada saat itu punya akreditasi B. Nah, untuk pilihan ketiga ini sebenarnya saya agak bingung. Jika saya memilih program studi di kampus lain, maka kesempatan saya masuk UGM juga berkurang. Perlu diketahui bahwa memilih universitas, menurut saya, tidak boleh main-main. Kampus besar berpotensi mempunyai koneksi yang juga besar, baik dari segi pertemanan, kerjasama, ilmu, dll. Lalu, saya mencari program studi di UGM yang punya peminat sedikit. Ada Sastra Perancis, Sastra Arab, dan Sastra Nusantara. Saya tidak tertarik dengan Sastra Perancis dan Sastra Arab. Saya pikir lagi Sastra Nusantara itu sebenarnya unik juga. Akhirnya saya memilih Sastra Nusantara sebagai pilihan ketiga.

   Sekadar menyampaikan, saya sering ditanya tentang prospek kerja dari jurusan yang saya pilih oleh orang lain, terutama tentang filsafat. Menurut berbagai informasi yang telah saya baca di internet, tidak ada program studi yang tidak punya harapan pekerjaan, artinya semua bisa mendapatkan pekerjaan. Yang paling penting adalah niat dan usaha dari orang yang menjalani. Banyak lulusan dari program studi dan perguruan tinggi ternama yang menganggur, tapi itu bukan berarti bahwa program studi yang jarang peminat akan menyebabkan tidak mempunyai harapan untuk kerja. Saya punya target dan saya punya cita-cita. Saya yakin dengan apa yang saya pilih. Saya tidak akan setengah-setengah dalam belajar. Saya sedang dalam perjalanan mengejar mimpi besar saya. Tidak ada yang tidak mungkin. Saya bisa jadi apa saja yang saya mau. Tuhan tak pernah membatasi cita-cita.

   Baik, saya selesai mendaftar SBMPTN dan UTUL UGM. Tempat saya melaksanakan SBMPTN adalah di UPN Veteran Yogyakarta. Untuk UTUL UGM sementara itu belum tahu karena kartu ujian baru bisa dicetak tanggal 12 Juni 2015 atau 2 hari sebelum UTUL.

   Saya mencari sumber belajar. Saya ikut kelompok ujian Soshum atau Sosial Humaniora. Materi yang diujikan adalah materi IPS, seperti Ekonomi, Sosiologi, Sejarah, dan Geografi, serta beberapa tes umum lain. Oleh karena itu, awalnya saya mencoba meminjam buku teman-teman saya yang jurusan IPS. Setelah saya pikir, itu rasanya tidak akan efektif mengingat tes akan dilaksanakan kurang dari satu bulan lagi. Lalu, saya berkonsultasi dengan saudari saya. Ia adalah adik dari Mas Bagos, saya memanggilnya "Mbak Dita". Sempat saya meminta bantuannya untuk mencarikan lembaga bimibingan belajar untuk SBMPTN. Saya pikir lagi "mana ada?". Setelah berpikir lagi, saya meminta pendapatnya bagaimana jika saya belajar dengan cara membeli buku khusus SBMPTN. Ia menyetujuinya. Kebetulan ia adalah alumni Ekonomi UM. Sekarang ia sudah lulus S2 di UM. Karena saya lulusan Bahasa dan buta ekonomi -meskipun sempat belajar ekonomi waktu kelas X-, saya meminta Mbak Dita untuk mengajari saya ekonomi.

   Suatu pagi teman saya mengirim pesan pendek. Ia bernama Nafizal. Ia memberi tahu bahwa ia akan ke rumah saya untuk meminta diajari bahasa Indonesia. Dia juga tidak lolos SNMPTN. Dia sampai di rumah saya ketika sudah sore. Segera ia mengeluarkan buku SBMPTN-nya. Saya bertanya tentang harga dan tempat ia membeli karena saya juga akan membeli buku SBMPTN. Lalu, saya bertanya di manakah ia tes SBMPTN. Ternyata, ia tes di Jogja. Ia juga memilih UGM (Manajemen dan Ilmu Ekonomi), tetapi pilihan ketiganya di UB (Manajemen). Kebetulan lagi ia mendapat tempat di UPN Veteran Yogyakarta. Saya langsung tertawa karena akhirnya saya tidak jadi berangkat sendiri ke Yogyakarta. Dia berkata bahwa Yunaz, teman seangkatan saya, pun tes di UPN Veteran. Yunaz memilih UGM (Arkeologi dan Ilmu Sejarah) dan UNAIR (Ilmu Sejarah). Segera kami sepakat untuk berangkat dan pulang bersama. Karena waktu tes SBMPTN dan UTUL yang hanya berjarak 5 hari, kami memutuskan untuk tidak pulang ke Malang antara waktu itu. Kami sepakat berangkat tanggal 6 Juni dan pulang tanggal 15 Juni. Selesai itu, ia dan Yunaz memesan tiket kereta api untuk pulangnya. Untuk berangkat nanti, kami naik bus.

   Suatu hari, saya lupa tanggal berapa, yang jelas hari itu adalah pengumuman kelulusan UN dan sekolah, hari Jum'at. Saya tidak ikut coret-coretan seragam setelah salat Jum'at. Selain karena saya tidak suka dengan coret-coret seragam, ada hal penting yang harus saya lakukan. Setelah salat Jum'at di masjid dekat sekolah, saya pergi ke Malang untuk membeli buku soal SBMPTN. Ketika saya melangkah beberapa kaki dari masjid, seseorang memanggil saya. Ternyata orang itu adalah Yunaz. Yunaz bercerita tentang pilihan SBMPTN-nya dan rencana akan ke Jogja. Ia diberi tahu oleh Fizal jika saya juga tes di Yogyakarta. Kami berbincang-bincang sebentar. Ada Adib dan Sauqi juga di sana. Setelah itu saya pergi.

   Setelah membeli buku SBMPTN di Gramedia Malang, saya segera menuju Grati, Pasuruan, karena Mbak Dita ada di Grati, rumah nenek dan budhe saya. Selama dua hari saya ada di sana. Saya belajar dari buku SBMPTN dan mendapatkan penjelasan beberapa materi ekonomi oleh Mbak Dita. Hari-hari berikutnya adalah belajar dari buku SBMPTN.

   Di sela-sela saya belajar, saya membuka internet dan menemukan Seleksi Mandiri Prestasi UNY. Sebagai cadangan, akhirnya saya mendaftar jalur itu. Saya memilih program studi Manajemen Pendidikan.

   Tanggal 3 Juni 2015, saya, Nafizal, dan Yunaz, berkumpul untuk membicarakan apa-apa saja yang perlu dibawa ke Yogyakarta. Kami tidak sabar ingin segera ke sana. Kami punya harapan besar. Saat itu, kami berkumpul di rumah Fizal. Dengan bekal modem dan laptop, kami mencari berbagai informasi. Saya teringat bahwa hari itu adalah terakhir pendaftaran SM Prestasi UNY. Saya mengajak Fizal dan Yunaz untuk ikut, setidaknya sebagai cadangan. Akhirnya mereka juga mendaftar SM Prestasi UNY. Kami di sana hingga magrib. Setelah mencatat keperluan dan jadwal selama di Jogja, saya pulang. Oh iya, awalnya kami kebingungan mencari tempat menginap selama di Yogyakarta. Mas Bagos pun pernah saya tanyai tentang penginapan di Yogyakarta. Tapi, belum ada yang pasti. Sore itulah saya diberi kabar gembira oleh Yunaz. Yunaz mengatakan bahwa ia sudah menemukan tempat untuk menginap, yaitu di tempat kos Mas Adit, fotografer buku tahunan angkatan kami. Tempat kosnya ada di sekitar UPN Veteran. Saya segera menyetujuinya. Dari situ saya merasa bahwa jalan kami ke Yogyakarta seperti dimudahkan.

   6 Juni 2015. Hari yang sangat dinanti itu tiba. Kami berencana berangkat sore hari dengan berkumpul di rumah Yunaz terlebih dahulu. Pagi harinya Yunaz mengirim pesan ke saya. Ia bilang bahwa ia akan di Batu siang nanti. Ia menawari saya untuk bersama ke rumahnya. Karena saya belum tahu tepat letak rumah Yunaz, saya bilang bahwa saya akan bareng dia. Saya diantar ayah saya ke Batu. Kami berhenti di alun-alun untuk menunggu Yunaz. Tak lama setelah menunggu, Yunaz datang. Saya dan Yunaz berpamitan ke ayah saya, kemudian kami pergi. Saya dan Yunaz tidak langsung ke rumahnya. Yunaz mengajak saya ke tempat lesnya untuk mengembalikan helm yang ia pinjam. Kemudian kami ke rumah Fizal untuk meminjam helm. Di sana kami bertemu Fizal dan mamanya. Fizal masih mengemasi barang-barangnya. Fizal akan ke rumah Yunaz sebelum asar. Saya dan Yunaz pergi dahulu.

   Di rumah Yunaz, saya bertemu dengan orang tua dan kakaknya. Sambil menunggu waktu berangkat, saya berbincang dengan ayah dan ibu Yunaz. Ayahnya akan mengantar kami ke terminal Arjosari. Kemudian datang kakak Yunaz memberi beberapa informasi penting. Ia bercerita tentang banyak hal.

   Sebelum asar, Fizal dan mamanya datang. Kami tak langsung berangkat. Kami menunggu azan asar dulu. Setelah salat asar dan semua barang dimasukkan ke mobil, kami berangkat. Kami berpamitan dengan mama Fizal. Ayah, ibu, dan kakak Yunaz ikut mengantar kami.

   Sesampainya di terminal Arjosari, kami segera menurunkan barang. Kami berpamitan dengan ayah, ibu, dan kakak Yunaz. Saya lihat mata kakak Yunaz berkaca-kaca. Karena bus dari Malang ke Yogyakarta baru berangkat pukul 19.00, kami pergi ke Surabaya terlebih dahulu. Berangkat dari Malang atau Surabaya sama saja, hanya saja kami tidak mau menunggu lama sampai pukul 19.00. Kami naik bus jurusan Surabaya. Selama perjalanan kami banyak bercerita tentang kuliah. Itu adalah Sabtu malam. Seperti biasa, jalanan sangat ramai dan beberapa kali terjadi kemacetan kecil. Di perjalanan, saya melihat beberapa lampu kota menyala. Itulah kesukaan saya. Saya suka melihat lampu kota dan jalanan pada malam hari. Malam itu sungguh indah sekali.

   Sekitar pukul 19.00 kami sampai di terminal Purabaya. Sebenarnya terminal ini masih masuk di wilayah Sidoarjo, tetapi saya sebut saja di Surabaya. Kami istirahat sebentar. Kami ke kamar kecil, kemudian salat. Setelah itu kami mencari tempat makan. Fizal yang menentukan tempat makan. Saya dan Yunaz makan di sebuah tempat makan. Saya dan Yunaz makan soto, sedangkan Fizal makan pecel. Porsi soto sangat sedikit, hanya nasi dan beberapa daging yang dipotong kecil. Beruntunglah karena saat itu kami lapar, sehingga makanan sesedikit itu tetap enak. Ketika saya menanyakan harga soto itu, penjualnya berkata bahwa harganya Rp. 17.000. Saya terkejut tak percaya. Saya ulangi lagi pertanyaan saya dan penjualnya tetap berkata demikian. Huh, ya sudahlah. Lain kali saya tak mau makan di situ. Sekadar saran untuk kalian yang mencari makan di terminal atau tempat umum lain, carilah tempat makan yang ramai atau yang harganya tertulis di depan tempat makan itu. Cukup saya dan Yunaz yang kapok.

   Kami pergi dari situ mencari bus jurusan Yogyakarta. Kami naik bus Eka. Kami berangkat pukul 20.05. Bus itu sangat rapi dan bersih. Perkiraan kami akan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 04.00. Kami duduk di kursi paling belakang. Terasa seperti surga karena hanya kami yang menempati kursi belakang. Kami bebas di tempat itu. Bus berjalan dengan sangat cepat. Memang, Eka terkenal dengan kecepatan dan kedisiplinannya. Walaupun berjalan dengan sangat cepat, kami merasa nyaman. Saya tidak tidur malam itu, hanya beberapa kali terpejam sebentar. Biaya bus itu Rp. 100.000 per orang. Baru ketika itu saya tahu bahwa kami naik bus patas. Bus kami berhenti di Ngawi. Penumpang mendapat makan malam di sana. Kami bertiga memilih menu bakso. Memang porsinya tidak banyak, tetapi itu cukup untuk mengganjal perut.

   Masuk tanggal 7. Waktu makan selesai, kami kembali naik bus. Yunaz dan Fizal tidur. Saya masih setia melihat sekitar. Ketika sampai Klaten, mata saya sudah tidak kuat. Saya tertidur sampai terminal Giwangan, terminal terakhir. Kami senang sudah sampai di Yogyakarta. Kami tiba pukul 03.30. Terminal masih sangat sepi. Kami ke ruang tunggu.

   Di sana kami tidur sebentar. Kami di bagian tengah. Di bagian depan banyak orang menonton televisi layar lebar yang menayangkan pertandingan sepak bola. Kalau tidak salah, itu adalah final antara Barcelona dan satu lagi saya lupa timnya. Yunaz dan Fizal tidur di kursi ruang itu. Saya mencoba untuk tidur, tetapi hanya bisa tidur sebentar saja. 04.30 terdengar kumandang azan subuh. Bus-bus dalam kota mulai berdatangan. Kami salat subuh di sebuah ruangan khusus salat di sana. Setelah itu kami turun ke bagian bawah. Kami menuju ke bagian bus TransJogja. Kami menunggu sekitar 15 menit sampai halte TransJogja dibuka. Tujuan kami adalah Janti. Sebenarnya pada saat naik bus Eka, kami bisa turun Janti, tetapi Mas Adit baru memberi tahu ketika kami sudah turun di terminal Giwangan. Kami naik bus TransJogja, kemudian turun di halte Janti. Itu adalah pertama kali bagi kami naik TransJogja. Lumayan bagus dan harganya murah, yaitu hanya Rp. 3.600 untuk setiap orang. Melewati jalanan di Yogyakarta sangat membuat saya kagum. Saya langsung suka dengan suasananya, begitu pun Yunaz dan Fizal. Oh iya, Mas Adit meminta kami untuk menunggu di Indomaret Janti.

   Setelah sampai di Janti, kami berjalan menuju Indomaret. Kami menunggu 15 menit di sana sampai Mas Adit datang. Kami sangat senang bertemu dengan Mas Adit. Mas Adit sangat baik mau menampung kami, hehe. Pertama Fizal dahulu yang diantar ke kosnya. Lalu, barulah saya dan Yunaz. Dua kali perjalanan karena Mas Adit menggunakan sepeda motor. Tempat kosnya ada di Jalan Masjid, Condong Catur, Kecamatan Depok, Sleman. Saat itu saya baru tahu bahwa sebenarnya Kota Yogyakarta sangat kecil dan UPN, UNY, serta UGM ternyata masuk wilayah Kabupaten Sleman. Kamar kos Mas Adit cukup untuk kami bertiga dengan Mas Adit. Kamarnya sangat nyaman. Jika tiduran di kasur, maka sangat sulit untuk bangkit karena ada gaya gravitasi kasur yang sangat kuat dan bantalnya sangat empuk, hehe.
Kamar kosan Mas Adit
   Lingkungan di sekitar tempat kos Mas Adit membuat kami betah. Kalau ingin salat tinggal jalan saja sebentar ke masjid. Ingin makan? Tenang. Ada burjo. Awalnya saya mengira burjo ini adalah bubur kacang ijo. Ternyata burjo adalah nama warung. Burjo tersebar hampir di seluruh Yogyakarta dan sekitarnya. Pemilik burjo pasti orang Jawa Barat atau Sunda. Burjo menjual berbagai makanan. Harga makanannya sangat murah. Burjo ini mirip warteg, bedanya adalah warteg dimiliki oleh orang Tegal. Orang-orang di lingkungan juga sangat ramah. Untuk menghemat pengeluaran, kami menyepakati untuk mengeluarkan uang untuk makan maksimal Rp. 20.000 per hari. Selama itu, strategi dua puluh ribu berhasil menjaga keuangan kami, hehe.
Kami di burjo. Dari kiri: saya, aak burjo, Nafizal, Mas Adit. Yunaz memfoto
   Malam harinya kami diajak Mas Adit untuk berkeliling jalanan sekitar UPN Veteran. Baru saya tahu bahwa Mas Adit adalah alumni Ilmu Komunikasi UPN Veteran. Jalan-jalan malam itu semakin membuat saya betah dengan lingkungan di sana. Setelah sampai di tempat kos lagi, kami bertiga belajar sebentar.

   Di tempat kos itu ada fasilitas wifi. Untuk menggunakan wifi itu, kami harus membeli voucher seharga Rp. 5.000 untuk waktu dua jam. Bedanya dengan warnet adalah kami bisa internetan di kamar dengan santai. Mas Adit membelikan voucher wifi. Malam itu sangat menyenangkan.

   Hari kedua di sana atau tanggal 8. Rencana kami, sorenya kami akan melihat tempat ujian kami di UPN Veteran. Pada pagi hari itu kami menyempatkan untuk belajar bersama. Setelah salat asar, kami bertiga pergi menuju UPN Veteran. Kami lewat pintu samping. Karena kami belum tahu UPN Veteran, kami menanyakan ruangan kami ke satpam yang ada di sana. Kami mengikuti arahannya. Setelah berjalan melewati berbagai gedung, kami masih bingung. Kami bertanya kepada satpam di gerbang utama UPN Veteran. Saya melihat banyak siswa lain yang datang untuk cek lokasi dan masih banyak yang belum tahu ruangannya.

   Berbekal pengarahan satpam tadi, kami menuju ruangan kami. Kami mencari sampai berkeliling dua kali. Ternyata ruangan kami ada di lantai atas dan lantai atas ditutup. Kebetulan kami bertemu dengan salah satu mahasiswa UPN Veteran yang ada di sana. Kami bertanya letak ruangan kami. Memang betul ada di gedung itu. Setidaknya kami sudah tahu letak gedungnya. Kami pulang.

   Sebelum pulang, kami duduk di lapangan UPN Veteran. Sambil melihat orang-orang bermain sepak bola, kami menyusun strategi. Kami memberi target minimal soal yang harus kami jawab untuk meraih passing grade kami. Passing grade adalah acuan yang digunakan sebagai batas minimal kami bisa masuk ke program studi kami. Tetapi, passing grade ini bukan resmi dari pihak SBMPTN. Passing grade adalah buatan lembaga bimbingan belajar. Mereka membuat passing grade berdasarkan tingkat persaingan masuk suatu program studi. Kami menggunakan itu sebagai acuan minimal kami. Sangat banyak nyamuk di sana. Kami bahkan mengumpulkan nyamuk-nyamuk yang mati di buku catatan saya. Berkali-kali kami mengatakan "semoga, semoga bisa masuk, kawan-kawan". Malam harinya kami belajar dan mencari hiburan dengan berinternetan.

   09 Juni 2015. Pertempuran dimulai. Banyak pesan masuk ke telepon genggam saya. Mereka menyemangati saya. Saya semakin bersemangat untuk mengerjakan. Karena kami belum bisa melihat ruangan kami, kami datang agak pagi. Bismillah, kami berangkat. Setiap berjalan, kami selalu mengingat tujuan awal kami datang ke sini, yaitu tes untuk masuk UGM. Kami selalu mengingat wajah-wajah yang membantu kami dari segi apapun. Di tengah perjalanan saya bilang kepada Yunaz dan Fizal, "Percuma kita datang untuk ujian saja; kita harus daftar ulang juga". Tempat tes kami adalah satu gedung, tetapi ruangan saya berbeda dengan Yunaz dan Fisal. Kami berpencar. Ruangan saya ada di lantai dua. Di sana sudah banyak siswa lain yang menunggu. Ada yang belajar, ada yang berdoa, ada yang bercanda, macam-macam. Saya memilih untuk tenang. Saya juga mencoba melirik kartu ujian siswa lain. Saya sangat bersyukur karena tidak menjumpai Ilmu Filsafat sebagai pilihan mereka. Semoga peluang saya besar.

   Pintu dibuka. Saya masuk. Bismillah, ujian dimulai. Dalam satu ruangan, ada sekitar 40 siswa. Ruangannya sangat bersih dan ber-AC. Tes pertama adalah Tes Potensi Akademik beserta matematika dasar, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Alhamdulillah, saya mendapat paket yang soalnya tidak begitu sulit, hanya saja waktunya kurang panjang. Soal yang membuat saya ragu untuk mengerjakan segera saya tinggalkan. Saya sesekali melihat ke depan atau ke samping agar tidak jenuh melihat soal. Bel istirahat berbunyi. Saya keluar ruang ujian.

   Sambil menunggu bel masuk, saya menyempatkan untuk salat zuhur. Di sana saya bertemu Fizal dan Yunaz. Selesai salat kami berkumpul sebentar di taman antara gedung-gedung kuliah. Kami mengevaluasi pekerjaan kami tadi. Paket soal saya dan Yunaz ternyata sama. Soal Fizal lebih sulit sedikit daripada soal saya dan Yunaz. 5 menit sebelum bel masuk, kami kembali menuju depan ruang masing-masing.

   Tak terasa bel masuk berbunyi. Setelah semua peserta masuk, soal dibagikan. Kali ini adalah soal materi Soshum. Seandainya saja dulu saya mengambil IPS ketika SMA, pasti saya bisa menguasai materi IPS lebih baik. Tapi, tak mengapa, tak perlu disesali. Yang penting saya bisa mengerjakan banyak soal ketika itu. Itu adalah hasil belajar dari buku SBMPTN -dibantu Mbak Dita- dan bersama Yunaz dan Fizal. Pada saat setengah waktu, hujan deras turun. Ternyata hujan hanya turun sekitar 5 menit. Meski begitu, ruangan menjadi lebih dingin. Bel pulang pun berbunyi. Alhamdulillah, tak ada kesulitan yang berarti. Semoga hasilnya baik.

   Kami berkumpul lagi di taman tadi. Kami mengevaluasi lagi. Kebetulan Yunaz dan Fizal membawa roti. Kami makan di sana sebentar. Selesai itu, kami pulang. Malam hari itu dan selama dua hari setelah itu kami pergunakan sebagai hari tenang. Jika tak salah, malam hari itu salah satu teman kami yang sudah berkuliah di UGM, Cipot -maaf, saya lupa nama aslinya-, mengirim pesan ke Yunaz. Cipot menawarkan tempat menginap di sekitar UGM. Setelah kami tanyai lebih lanjut, ternyata asrama tersebut adalah asrama mahasiswa Jember. Cipot punya teman di sana. Beberapa kamar sedang kosong. Kami merasa senang mendapat kabar itu, tetapi kami masih berunding. Kami mengajak Cipot untuk bertemu.

   11 Juni 2015. Pagi-pagi saya mengajak Yunaz dan Fizal berjalan-jalan ke UGM. Terlihat mereka masih mengantuk. Akhirnya saya berjalan sendiri ke UGM. Untuk yang tinggal di daerah sana pasti tahu bahwa jarak daerah sekitar UPN Veteran dengan UGM cukup jauh. Tetapi karena saya sangat suka berjalan-jalan, saya pergi. Malam hari sebelum itu saya membuka Google Maps. Saya melihat arah dari tempat kos Mas Adit sampai UGM. Saya mengikuti arah tersebut. Dari Jalan Masjid saya keluar menuju Jalan Nologaten, kemudian Jalan Adi Sucipto. Saya melewati UIN Sunan Kalijaga, Museum Afandi, dan berbagai tempat ramai di sana. Kemudian saya ke Jalan Gejayan. Saya melewati RRI Yogyakarta. Saya juga dibantu dengan papan hijau penunjuk arah. Saya lewat di Jalan Colombo. Saya melewati Universitas Negeri Yogyakarta. Ternyata UNY cukup luas. GOR UNY mengingatkan saya dengan Graha Cakrawala UM. Sampailah saya di kawasan UGM. Saya lewat gedung Diploma FEB UGM kalau tidak salah. Kemudian berjalan terus melewati Masjid UGM. Masjidnya tidak terlihat karena letak masjid ada di atas. Berjalan tidak jauh dari situ saya menjumpai calon fakultas saya, Fakultas Filsafat. Saya lihat sepertinya akan ada pembangunan gedung baru di sana. Saya berjalan sampai Fakultas Hukum, kemudian kembali pulang.

   Sampai di tempat kos Mas Adit, saya menceritakan perjalanan saya kepada Fizal, Yunaz, dan Mas Adit. Saya bilang saja bahwa jaraknya tidak terlalu jauh agar mereka mau jalan-jalan ke UGM, hehe. Akhirnya mereka mau, sekalian untuk bertemu dengan Cipot. Setelah asar kami berangkat. Awal berjalan, Yunaz dan Fizal terlihat bersemangat. Sampai seperempat perjalanan barulah kami mulai melambat. Kami sampai di UGM saat magrib. Saya ada di depan sekali. Saya lihat mereka tertinggal jauh di belakang. Ketika saya masuk area UGM, saya lihat mereka masih berjalan lurus. Seharusnya mereka belok kanan. Saya mengirim pesan ke Yunaz untuk belok kanan. Karena saya takut waktu magrib segera habis, saya lekas menuju Masjid UGM. Masjidnya bagus dan luas. Kabarnya Masjid UGM adalah masjid kampus terbesar se-Asia Tenggara. Setelah saya selesai salat, Yunaz dan Fizal baru saja akan mengambil wudhu. Saya menunggu mereka sebentar.

   Setelah mereka selesai salat, kami menuju ke luar. Yunaz mengirim pesan ke Cipot bahwa kami sudah sampai di Masjid UGM. Kami menunggu Cipot di sana. Sepuluh menit menunggu, Cipot akhirnya datang. Dia lebih gamuk daripada saat di SMA, tetapi masih tetap ramah. Kami mencari tempat makan. Cipot menjadi penunjuk arah. Kami berhenti di deretan warung lalapan. Kami makan di sana sambil bercerita. Tak lupa kami memberikan buku tahunan yang sudah dipesan Cipot. Cipot ini dulu ada di kelas akselerasi. Sebenarnya ia masuk SMA bersama kami, tapi lulus duluan. Walaupun bukan lulus sebagai angkatan kami, ia tetap memesan buku tahunan angkatan kami. Kami membawa dua buku tahunan; satu untuk Cipot, satu untuk Hardiana. Hardiana dulu satu kelas dengan saya. Ia pindah ketika naik ke kelas tiga. Buku tahunan untuk Hardiana sudah diberikan Fizal hari sebelum ini. Fizal bersama Mas Adit ke rumah Hardiana. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Cipot yang sudah mentraktir kami, hehe.

   Selesai bercerita, makan, dan menanyakan kejelasan penginapan yang ditawarkan Cipot, Cipot pulang. Setelah itu kami masih di UGM. Kami berjalan-jalan dari tempat makan itu ke arah Fakultas Filsafat, kemudian ke Fakultas Hukum, Fisipol -halte dan lampu jalannya sangat keren-, sampai kami di antara FEB dan FIB. Ternyata jarak antara Fakultas Filsafat, FEB, dan FIB sangat dekat. Mata Yunaz berkaca-kaca melihat calon fakultasnya. Dia memang sudah sejak lama bercita-cita masuk Arkeologi UGM. Kami kagum melihat gedung FEB yang terkenal karena sangat tinggi itu. Kami duduk di sana sekitar setengah jam. Kata-kata harapan keluar dari mulut kami. Membayangkan kami bisa benar-benar berkuliah di sana. Yunaz mempunyai keinginan jika ia diterima di UGM, maka ia akan membentuk forum pelajar dari Batu yang berkuliah di Yogyakarta karena selama ini forum itu belum ada dan agar jika nanti ada, adik kelas yang ingin berkuliah di Yogyakarta bisa dibantu oleh kakak-kakaknya dalam hal penginapan atau transportasi. Ah, malam itu adalah malam yang cukup haru sekaligus menyenangkan. Setelah itu kami pulang. Perjalanan pulang sangat melelahkan. Walaupun sudah makan, energi kami terasa habis.

  12 Juni 2015. Berita tentang penginapan dari Cipot agak mengambang. Sementara itu waktu untuk UTUL semakin dekat. Kami harus mencari penginapan dekat UGM agar tidak terlambat saat ujian. Pagi itu kami mencari informasi penginapan lewat internet. Kami mencari penginapan yang mempunyai harga murah. Kami menemukan informasi penginapan murah sekitar UGM. Untuk memastikannya, Fizal dan Yunaz pergi mencari penginapan itu dengan menggunakan sepeda motor milik Mas Adit; saya menunggu di kamar kos Mas Adit.

  Siang hari, Fizal dan Yunaz datang membawa informasi. Ada dua jenis informasi yang disampaikan, yaitu informasi baik dan informasi yang tidak cukup baik. Informasi baiknya adalah mereka sudah menemukan penginapan yang sangat dekat dengan UGM, yaitu di daerah Terban. Informasi tidak cukup baiknya adalah harga per satu malamnya adalah Rp. 200.000. Saya terkejut karena hanya tertulis Rp. 50.000 di internet. Ternyata kata Yunaz dan Fizal harga Rp. 50.000 memang benar, tetapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Ya sudahlah. Mereka sudah memberi uang muka kepada pemilik penginapan itu, tanda bahwa kami memang akan jadi menginap di sana. Kami akan pindah ke sana tanggal 13 atau esok harinya.

   Pada hari itu Yunaz mendapat kabar bahwa Doni, Daru, Aziz, dan Epay, akan mengikuti UTUL juga. Mereka juga teman kami seangkatan di SMA. Sebelumnya kami mendapat kabar Fatizha dan Toni juga ikut UTUL. Ada juga Farah dan Nisrina. Dari sekian itu saya hanya tahu Farah yang akan mengikuti UTUL karena sebelum kami berangkat ke Yogyakarta, Farah juga titip memesan tiket kereta api untuk pulang bersama kami.

   Kami mengecek website UGM karena hari itu adalah hari cetak kartu UTUL. Ketika kami cek, ternyata tertulis cetak kartu baru bisa dilakukan mulai pukul 19.00. Kami menunggu sampai pukul 19.00. Awalnya kami mengira bahwa tempat ujian kami akan dekat karena berada di kampus yang sama. Ternyata tidak. Saya mengakses cetak kartu UTUL sebelum Yunaz dan Fizal. Di kartu ujian, saya mendapat tempat di Fisipol BAP Unit II Sekip Selatan. Tidak disangka, Yunaz mendapat tempat di SMA Stella Duce 1. Fizal mendapat tempat di SMAN 9 Yogyakarta. Kami hanya tertawa kebingungan. Rencana untuk berkumpul dengan teman-teman SMA yang mengikuti UTUL pun batal karena tempat kami tak ada yang sama. Segera kami mengakses Google Maps. Alhamdulillah letak tempat kami tidak jauh dari penginapan. Kami keluar untuk mencetak kartu UTUL dari softcopy ke hardcopy.

   13 Juni 2015. Kami berterima kasih banyak kepada Mas Adit yang banyak membantu selama di sana. Hari itu saatnya meninggalkan kamar kos Mas Adit. Sebelum kami pergi, Mas Adit ada pekerjaan di kantornya sehingga kami ditinggal. Kami sudah pamit ke Mas Adit sebelumnya.

   Setelah mengemasi barang-barang dan salat zuhur, kami meninggalkan tempat itu. Kami mencari bus TransJogja dengan pergi ke halte di depan kampus UPN Veteran di Jalan Ring Road Utara.

   Fizal berkata kepada Yunaz, "Begini (naik bus) kan enak daripada jalan kaki seperti kemarin". Mereka menyindir saya yang mengajak jalan kaki ke UGM. Saya hanya tertawa kecil.

  Siang itu matahari begitu terik. Barang yang kami bawa cukup banyak. Saya berkeringat sepanjang jalan. Sebenarnya kami mencari taksi di depan Jalan Masjid, tetapi tak ada taksi yang berhenti.

   Sampailah kami di halte yang dituju. Setelah membayar, kami duduk di ruang tunggu. Banyak orang yang juga menunggu bus di sana. Kami menunggu cukup lama, yaitu hampir setengah jam. Akhirnya bus yang kami tunggu datang. Kami segera naik. Penumpang saat itu sangat banyak dan hampir sesak, lebih sesak lagi karena ada barang kami. Kami turun di halte terminal Condong Catur untuk ganti bus. Ternyata penumpang di sana lebih banyak lagi. Bus datang. Penumpang di bus itu lebih banyak daripada bus yang tadi dan ada kemacetan yang cukup lama di sekitar daerah itu.

   Satu per satu penumpang mulai turun di halte tujuannya masing-masing. Ruang di bus semakin longgar. Entah kenapa ketika sampai di halte depan UNY, Fizal meminta turun di situ. Ternyata ia kira tak ada halte lagi setelahnya. Padahal tempat menginap kami ada di Jalan C. Cimanjuntak. Itu sangat jauh dari Jalan Colombo, belum lagi siang hari yang panas dan barang bawaan kami yang berat. Setelah berjalan cukup jauh, kami melihat ada halte. Saya dan Yunaz malah tertawa sambil menyindir Fizal. Kami lewat di depan bundaran gerbang utama UGM. Kami juga lewat depan MAN 1 Yogyakarta dan berjalan lurus. Sampai akhirnya saya melihat tulisan "Hotel". Yunaz dan Fizal bilang di situlah tempatnya. Setelah masuk gang sedikit, tibalah kami di tempat menginap itu. Jangan tanya bagaimana tempatnya. Itu bukan hotel mewah, sungguh. Tapi, saya mencoba mengerti. Setidaknya jika kami menginap di hotel bagus, kami tak akan merasakan perjuangan, hehe. Cukup, yang penting dekat dengan tempat ujian kami. Kami sampai di sana pukul 14.00. Ketika kami sampai di sana, ada rombongan peserta lain yang juga menginap di sana.

Papan di depan penginapan kami. Saya baru sadar akhir-akhir ini mengapa tulisan harganya dicoret. :D
     Saya jadwalkan jam 14.30 saya mandi dan segera melihat lokasi. Saya sudah melihat tempat ujian saya di Google Maps, tetapi saya masih agak bingung.

   Setelah itu, kami semua pergi mencari tempat ujian kami. Kami berpencar. Saya terus berjalan lurus sampai lewat di depan Fakultas MIPA. Saya terus berjalan sampai di Plaza UGM. Ada jalan di dekat situ saya masuk. Saya rasa saya butuh bantuan. Saya bertanya kepada satpam yang ada di sana tentang letak Fisipol Unit II BPA Sekip Selatan. Ternyata saya salah arah. Saya kembali lagi ke perempatan awal yang saya lewati, kemudian saya harus belok kanan.

   Tidak saya sangka sebelumnya, saya bertemu dengan teman kos saya dulu, Mas Udin. Ya, dia berkuliah di UGM jurusan Ilmu Komputer. Ia dulu juga tidak diterima SNMPTN, padahal ia banyak mendapat juara, salah satunya adalah juara pertama Desain Poster FLS2N Jawa Timur. Ia diterima di UGM lewat jalur PBOS. Sebenarnya saya tidak tahu dia jika dia tidak melambaikan tangannya. Dia bersama temannya naik sepeda motor, keluar dari sebuah tempat. Dia seperti kaget bertemu saya karena memang kami tidak janjian untuk bertemu dan kami sudah tidak bertemu lama.

   Mas Udin : Lah, Ris, kamu ngapain?
   Saya         : Aku lagi cari tempat buat UTUL, di Fisipol Sekip Selatan.
  
   Mungkin karena jalanan yang sangat ramai hingga kami agak tak kedengaran.

   Mas Udin : Ya sudah, nanti diteruskan lewat SMS saja.
   Saya         : Ya, ya. Hati-hati.

   Saya melanjutkan pencarian. Tempat ujian saya ternyata tidak jauh dari penginapan. Awalnya saya agak bingung karena tulisan di gedung itu adalah MAP, sedangkan di kartu ujian saya tertulis BAP. Ada dua gedung di sana. Saya lihat tak ada yang bertuliskan BAP. Daripada bingung sendiri, saya bertanya kepada satpam yang ada di sana.

   Saya            : Pak, Fisipol Unit II BAP Sekip Selatan itu yang mana?
   Pak Satpam : Mau ujian, ya? Yang ini, Mas.
   Saya            : Oh iya, Pak. Pintu masuknya di mana, ya?
   Pak Satpam : Hmm... Nah, itu ada mobil di sana, di dekat mobil itu.
   Saya            : Baik, Pak. Terima kasih.

   Saya menuju pintu ruang itu. Tempat ujian saya ada di lantai atas. Saya hanya melihat sampai tengah-tengah saja kemudian kembali pulang.

   Di depan pintu masuk area gedung itu, di seberang jalan, saya lihat ada Mas Udin. Saya menuju ke dia. Dia bilang bahwa dia sedang tidak ada apa-apa. Aneh juga. Dia mengajak saya untuk berkeliling. Segera saja saya mau. Kami salat asar dulu di masjid sekitar sana. Kemudian saya dan Mas Udin makan di burjo di daerah sana. Setelah itu saya diajak jalan-jalan keliling UGM dengan naik sepeda motor. Dalam perjalanan itu kami banyak bercerita. Ya... maklum, sudah lama tidak bertemu. Saya banyak menanyakan tentang UGM ke dia. Dia bercerita tentang kegiatannya selama di UGM, salah satunya adalah tentang Pimnas yang akan dia ikuti.

   Saya diajak berkeliling ke setiap fakultas. Baru saya sadar bahwa UGM sangat luas. Saya kira hanya satu kawasan saja, ternyata tidak. Dari area depan, kami ke area belakang, kembali ke area depan. Mas Udin mengajak saya untuk berjalan-jalan di tempat kegiatan mahasiswa. Ada yang basket, ada yang karate, dan masih banyak lagi. Kami melanjutkan jalan-jalan.

   Mas Udin parkir di parkiran dekat gedung Grha Sabha Pramana, gedung yang terkenal di UGM, yang paling ikonis. Perlu diketahui bahwa saya tidak salah menulis Grha Sabha Pramana. Setelah saya cari di internet, kata "grha" dan "graha" sangat berbeda artinya. Yang benar ternyata memang "grha" karena berarti tempat. Lanjut. Saya diajak ke rektorat, tempat para mahasiswa biasa berfoto. Lalu, melanjutkan ke perpustakaan dan berbagai tempat lain.

   Kami ke depan gedung GSP. Kami melihat banyak orang sedang beraktivitas. Ada yang jogging, ada yang sepak bola, ada yang berkumpul, ada yang duduk, segala macam aktivitas ada di sana. Kalian belum pernah duduk di depan GSP waktu sore? Saya merekomendasikan kepada kalian semua. Apalagi saat senja. Wah, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Luar biasa suasananya. Sebenarnya saya diajak makan-makan dengan Yunaz, Fizal, Mas Adit, dan teman-teman lain setelah magrib, tetapi Mas Udin mengajak saya untuk berjalan-jalan lagi. Dia juga agak jenuh karena aktivitasya dan Senin depan dia mulai UAS. Akhirnya setelah kami salat magrib di Masjid UGM, kami jalan-jalan ke Malioboro. Sebelum itu Mas Udin mengajak saya ke tempat kosnya untuk meminjam helm.

   Saya sangat suka dengan suasana Yogyakarta. Terasa begitu menyenangkan dan membaur. Berharap saya bisa kembali lagi di sana.

   Setelah parkir, kami menyusuri Malioboro dengan berjalan kaki. Sangat ramai di sana. Memang Yogyakarta kota seniman. Sampah dibuat jadi barang artistik diletakkan di tengah jalan Malioboro. Ada juga yang bermain musik di tepi jalan. Penjual makanan dan pakaian tumpah ruah.

   Sampai di Benteng Vredeburg, kami berhenti. Karena melihat area benteng itu ramai, kami masuk ke sana. Ternyata benteng sudah ditutup, hanya kawasan luar yang dibuka. Kami keluar ke titik nol kilometer di kawasan gedung kantor pos dan monumen 1 Maret. Di area monumen rupanya akan ada acara Jatim Fest. Kami masuk dan mencari tempat duduk. Tak lama setelah itu acara dimulai. Di awal acara ada pemutaran video dari beberapa kabupaten. Ternyata itu adalah Jatim Fest pertama yang diadakan di Yogyakarta. Acara berlanjut. Semakin malam semakin ramai dan semakin seru.

   Tak terasa sudah pukul 21.30. Kami keluar dari area monumen. Kami mencari tempat makan di sana. Kami lihat dari jalan, harga makanan di Malioboro sangat mahal. Di sana kami hanya membeli jajanan pasar dan melihat beberapa pertunjukan seniman. Kami keluar dari area Malioboro untuk mencari tempat makan. Mas Udin menawarkan berbagai tempat makan yang murah dan enak, tapi sayang semua sudah tutup. Jauh-jauh mencari, eh akhirnya tetap makan di burjo. Tak apa, yang penting kami makan. Setelah makan, Mas Udin mengantarkan saya pulang ke penginapan. Mas Udin pulang ke kosnya.

   Di penginapan, saya belajar sebentar. Fizal sudah tidur, sementara itu Yunaz masih memejamkan mata saja. Setelah belajar sedikit, saya tidur.

   14 Juni 2015. Waktu tes Soshum dimulai pukul 10.15. Kami masih sempat belajar. Pagi itu Toni mengirim pesan ke saya. Toni mengajak jalan-jalan naik mobil carterannya setelah tes nanti.

   Setelah semua siap dan sudah mandi, kami pergi ke tempat tes masing-masing. Kami berpencar lagi. Perjuangan kedua dimulai.

   Sampai di tempat ujian saya lihat sudah banyak peserta yang datang. Saya mencari tempat duduk. Saya duduk di tangga. Menunggu dan menunggu. Waktu ujian hampir mulai, saya segera menuju ruangan ujian. Di lantai atas seseorang bertanya kepada saya tentang ruang ujian. Saya dan dia satu ruangan. Saya lupa menanyakan nama dan asalnya. Saya berdiri di depan ruang ujian sampai diperbolehkan masuk.

   Alhamdulillah, ruangannya sangat bagus, bersih, dan rapi. Ruangan itu ber-AC, tempat duduknya ada bantalan, lantainya menggunakan karpet; serasa masuk studio musik, hehe. Soal UTUL UGM menurut saya sedikit lebih sulit daripada SBMPTN. Ada dua sesi dan satu kali istirahat, sama seperti SBMPTN. Lumayan lancar mengerjakan.

   Singkat cerita tes berakhir sore hari. Saya segera pulang karena sangat mengantuk. Sampai di penginapan sudah ada Fizal, kemudian datang Yunaz. Kami mengevaluasi pekerjaan kami. Karena sangat lapar, kami mencari makan. Lagi-lagi kami makan di burjo dekat penginapan kami. Burjo oh burjo.

   Rencana kami setelah makan adalah jalan-jalan ke UGM, tetapi azan magrib berkumandang. Hah, belum sempat tidur. Setelah salat magrib Toni datang ke penginapan. Kami bersiap diri, kemudian kami diajak jalan-jalan. kami jalan-jalan ke Alun-Alun Utara. Kami melewati daerah Malioboro.

   Toni mengajak kami makan mie di ujung Alun-Alun. Kata dia, mie itu sangat enak dan terkenal. Dulu dia pernah ke sini dan mencoba mie itu. Kami pun duduk lesehan. Hingga satu jam, yang kami pesan tak kunjung dihidangkan. Kemudian datang Farah dan Nisrina. Setelah sedikit protes, makanan disajikan. Kami berenam makan di situ.

   Setelah dari sana kami tak langsung kembali ke penginapan. Toni mengajak ke Prambanan. Bermodal alat GPS, kami menyusuri jalan dengan lancar. Sepanjang perjalanan itu, Yunaz memutar lagu Under Attack dari ABBA. Itu adalah lagu yang kami suka. Saya baru tahu kalau Prambanan ada di perbatasan provinsi DIY dan Jawa Tengah. Prambanan malam hari sangat bagus. Sayang sekali kami hanya bisa melihat dari luar saja. Kami berfoto di perbatasan provinsi. Setelah itu kami pulang ke penginapan. Toni ikut di penginapan kami. Rupanya dia sudah check out dari hotelnya. Dia juga sudah membawa barangnya.

   15 Juni 2015. Fizal dan Yunaz bilang hari itu adalah hari rekreasi setelah berperang. Sesuai jadwal, jam 7 pagi kami sudah check out dari penginapan. Semua barang dimasukkan ke mobil. Kami pergi dari sana. Rencananya kami akan ke rumah Hardiana dan ke beberapa pantai di Gunung Kidul. Sebelum pergi ke rumah Hardiana, kami menjemput Farah dan Nisrina di asrama UGM; mereka menginap di situ bersama Cipot. Setelah dari sana kami ke Stasiun Lempuyangan untuk menukarkan tiket kereta agar nanti saat malam kami tinggal berangkat saja.

   Kami ke rumah Hardiana. Sebenarnya kami mengajak Hardiana untuk ikut, tetapi ia tidak bisa ikut karena akan menyusul adik dan keponakannya. Kami hanya sebentar di rumah Hardiana. Hardiana terkejut ketika melihat saya karena ia tak menyangka bahwa saya juga ikut ke Yogyakarta. Hmm... akhirnya saya sudah melunasi janji saya. Dulu sebelum Hardiana pindah, kami sekelas berjanji untuk mengunjungi rumah Hardiana yang baru saat liburan. Kenyataannya, teman-teman sekelas saya tak benar-benar menepatinya. Beruntung sekali Toni dan teman-teman mengajak ke rumah Hardiana hari itu. Jadi, dari teman-teman sekelas, saya yang pertama kali mengunjungi rumah Hardiana.

   Kami melanjutkan perjalanan ke Gunung Kidul. Gunung Kidul adalah daerah berbukit. Jalanannya naik turun. Under Attack kembali dimainkan. Mulai pagi tadi kami belum makan. Setiap ada warung, kami mencoba berhenti, tetapi banyak yang tutup. Akhirnya kami melewati angkringan. Segera saja kami turun di sana. Lumayan, harga nasinya sangat murah, yaitu Rp. 2.000 per bungkus dan tambahan gorengannya juga enak. Setelah itu kami melanjutkan ke pantai, tujuan utama kami. Pantai pertama yang kami kunjungi adalah pantai Baron. Kami turun dari mobil. Saya lihat ada papan arah bertuliskan "Ke Pantai Tmur". Saya penasaran. Saya megajak teman-teman untuk mengikuti arah itu. Setelah bertanya ke beberapa pedagang yang ada di situ, ternyata itu adalah jalan menuju bukit sebelah timur. Saya dan Toni memimpin di depan. Lumayan melelahkan. Beruntung ada jalan yang sudah dibuat sehingga memudahkan kami untuk naik ke bukit. Naik-naik ke puncak bukit tingi-tinggi sekali.

   Sampailah di atas bukit. Kami bisa melihat pantai dan laut dengan pemandangan menakjubkan. Tidak sia-sia kami naik. Di sana ada mercusuar. Dengan membayar Rp. 5.000 setiap orang, kami mencoba naik mercusuar. Berhubung saya takut dengan ketinggian, saya hanya sampai di tingkat kedua saja. Sementara itu, teman-teman saya melanjutkan hingga tingkat paling atas. Di tingkat dua saja anginnya sangat kencang. Pemandangannya luar biasa. Karena menunggu mereka sangat lama, saya turun lagi. Saya mengobrol dengan penjaga mercusuar di sana. Tak lama setelah saya turun, mereka turun juga. Kami mengobrol dengan penjaga mercusuar cukup lama. Di sana ada musala kecil. Kami salat zuhur di sana. Setelah itu kami turun. Tak lupa sebelum turun kami berfoto dulu.

   Berlanjut ke pantai lain. Kami menuju pantai Sepanjang, Jaraknya tidak terlalu jauh dari Baron. Jalannya sangat mulus, pemandangan sekitar sangat bagus. Di pantai Sepanjang, kami membeli kelapa muda. Baru pertama kali itu saya menikmati pantai sambil minum kelapa muda, apalagi bersama teman-teman yang menyenangkan; rasanya luar biasa. Saya sempat turun ke tepi pantai sebentar, setelah itu kembali lagi.

   Karena waktu perjalanan di jalan yang cukup panjang, kami tak lama di sana. Setelah dari sana kami ke rumah Hardiana lagi. Toni dan teman-teman lain mempunyai rencana untuk makan bersama sebelum kami pulang.

   Dalam perjalanan ke rumah Hardiana, kami ingat bahwa hari itu adalah hari pengumuman hasil SM Prestasi UNY. Awalnya Fizal yang membuka hasilnya. Ia tidak lolos seleksi. Kemudian karena penasaran, Yunaz juga membuka hasil seleksinya. Dan ternyata... Yunaz juga tidak diterima. Mereka menyuruh saya untuk membuka hasil seleksi saya, tapi saya tidak mau dan memilih untuk membuka di rumah saja.

   Kami sampai di rumah Hardiana. Di sana sudah ada Mas Adit dan Indah. Indah juga teman seangkatan kami di SMA. Ia sudah diterima di ISI. Kami istirahat sebentar di rumah Hardiana. Setelah 15 menit, kami pergi. Adik Hardiana, Doni, juga ikut. Saya dan Yunaz berboncengan menggunakan sepeda motor milik Hardiana. Toni dan Mas Adit menggunakan sepeda motor Mas Adit. Yang lain naik mobil bersama Fizal.

   Karena Mas Adit yang mengerti daerah sana, Mas Adit menjadi penunjuk arah. Kami berempat berhenti di sebuah angkringan di daerah sekitar tugu. Fizal dan yang lain ke asrama UGM untuk mengambil barang milik Farah karena Farah akan pulang bersama saya, Yunaz, Fizal, dan Toni ke Malang malam itu. Ditunggu tak kunjung datang. Saya, Yunaz, dan Toni mencari masjid untuk salat magrib; Mas Adit menjaga barang kami di angkringan.

   Kami bertiga kembali ke angkringan. Tak lama setelah itu rombongan Fizal datang. Cipot juga ikut ke sana. Ada juga Mbak Rere dan satu lagi saya tidak tahu pasti namanya. Mak Rere dan seorang ini adalah kakak kelas kami di SMA. Mereka juga kuliah di UGM. Jadi, malam itu kami berkumpul makan bersama di angkringan. Setelah makan, kami ke tugu untuk berfoto.








   Mobil carteran Toni akan diambil pemiliknya di Stasiun Tugu, sekaligus kami pulang. Saya, Yunaz, Fizal, Farah, dan Toni berpamitan kepada teman-teman di sana. Kami menuju Stasiun Tugu.

   Sampai di Stasiun Tugu, kami bertemu dengan pemilik mobil itu. Toni menyerahkan mobil dan kami menurunkan barang-barang kami dari mobil. Setelah kami berpamitan ke pemilik mobil itu, kami masuk ke dalam stasiun. Sangat ramai di sana. Kami mengeluarkan tiket dan segera masuk ke dalam setelah dicek oleh petugas.

   Kereta kami datang sebelum pukul 20.00. Rencananya kami berangkat pukul 20.45. Kami mencari tempat duduk kami. Fizal dan Yunaz duduk bersebelahan, saya dengan Farah duduk bersebalahan juga tetapi di deretan kursi yang lain, dan Toni duduk sendiri entah di mana. Sebelum kereta berangkat kami mencari tempat duduk yang kosong agar bisa duduk berhadapan dan berkumpul. Saya keluar sebentar dengan Yunaz untuk mencari pedagang pulsa. Ketika kembali ke dalam kereta, tak sengaja kami bertemu dengan Pak Distri dan keluarganya. Pak Distri adalah salah satu guru kami di SMA. Beliau naik kereta yang sama dengan kami.

 
Dari kiri: saya, Farah, Yunaz, Fizal, Toni


   20.45 WIB kereta berangkat. Sampai jumpa Yogyakarta, kota atau provinsi terindah yang pernah saya temui. Kami semua berharap bisa kembali lagi dan kuliah di sana, UGM. Yang saya rindukan adalah kenangan dan pengalaman selama di sana. Dari situ saya sadar bahwa Allah mempunyai rencana yang lebih indah dari apa yang saya bayangkan. Seandainya saya diterima di UI pada SNMPTN, saya tak akan merasakan bagaimana rasanya berjuang dengan teman-teman memperebutkan bangku kuliah. Bagi kami, perjalanan itu lebih dari sekadar usaha masuk kuliah. Ada cita-cita yang terpendam, yang ingin kami wujudkan di sana. Doa keluarga kami juga turut membantu kami selama di sana. Terbukti bahwa semua berjalan dengan lancar. Kami tak ingin mengecewakan mereka yang telah membantu kami dari segi apapun. Saya ingat percakapan saya dan Mas Udin ketika berjalan-jalan di area UGM.

   Saya         : Ada impian besar yang ingin aku lakukan di sini. Merasa masih kurang berkembang di SMA.
   Mas Udin : Ya, Ris. Aku juga ingin melakukan banyak hal di sini. Semoga kamu diterima di sini.

   Saya berharap bahwa ini adalah yang terbaik yang diberikan Allah. Saya menikmatinya. Kekecewaan saya ketika SNMPTN itu musnah dan berubah menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan di Yogyakarta. Hari-hari selanjutnya saya dan teman-teman hanya tinggal bertawakal menunggu pengumuman.

   Kami sampai di Malang pukul 04.00. Kami dijemput oleh ayah dan ibu Yunaz. Saya diturunkan di terminal Landungsari karena saya langsung lanjut pulang ke rumah saya di Ngantang dengan naik bus jurusan Jombang atau Kediri. Saya sendiri sampai di rumah sekitar pukul 06.00. Seperti ada yang hilang ketika saya sampai di rumah. Saya sangat rindu mereka semua. Saya pun membuka hasil seleksi SM Prestasi UNY milik saya. Saya juga tidak terima.

   Baiklah, tidak apa-apa. Barangkali Allah memang menakdirkan saya dan teman-teman saya ke UGM, kampus terbaik di Indonesia. Satu lagi yang membuat kami optimis adalah kami mengerjakan dengan jujur. Kami tak tahu bagaimana hasil yang akan kami dapat, yang kami tahu adalah kejujuran selalu membawa pada kebaikan. Semoga bisa berjumpa lagi dengan kawan-kawan. UGM!


   PENGUMUMAN
   Setelah menunggu dalam waktu yang cukup lama dan sempat sakit karena sangat tidak sabar mendapat pengumuman, akhirnya waktu pengumuman SBMPTN tiba. Pengumuman SBMPTN dijadwalkan pada tanggal 9 Juli 2015, pukul 17.00 WIB. Tetapi beberapa hari sebelum itu, saya ingin membukanya pada hari Jum'at karena Jum'at adalah hari yang terbaik di antara semua hari dan malam Jum'atnya bisa dipergunakan untuk lebih banyak ibadah, apalagi saat itu adalah malam ke-23, salah satu malam ganjil, siapa tahu malam Lailatul Qadar. Saya mengajak Yunaz dan Fizal untuk membuka hari Jum'at juga. Mereka mau.

   Saat tanggal 9, saya membuka Facebook, Twitter, Line, dan berbagai situs di internet. Saya lebih banyak melihat yang diterima daripada yang tidak diterima. Hampir semua teman saya diterima. Sedihnya, beberapa teman saya tidak diterima. Sedih juga rasanya, membayangkan bila saya ada di posisi tersebut. Jangan menyerah, kawan-kawan! Suatu sore saya mendapat kabar bahwa teman seangkatan saya ada yang diterima di Ilmu Filsafat UGM. Ternyata dia adalah Risca, dulu kelas XII IPA 4. Setelah pengumuman saya segera mengontaknya. Teman saya, Dimas, anak Sidoarjo yang juara nasional DBL, diterima di Ilkmu Komunikasi UI. Dia memang selalu bercita-cita ke UI. Selamat, kawan.

   10 Juli 2015. Setengah sepuluh pagi saya berangkat ke Batu. Rencana kami, kami salat Jum'at bersama di masjid sebelah SMA kami terlebih dahulu. Setelah salat Jum'at, saya dan Fizal menuju ke rumah Fizal yang ada di Jalan Lahor, Batu, sementara itu Yunaz pulang mengambil kartu pesertanya yang ketinggalan. Saya menunggu cukup lama bersama Fizal. Oh iya, saya sempat mengunjungi tempat kos saya waktu SMA. Senang bisa melihat pemilik kos masih sehat dan terlihat bahagia menyambut saya.

   15 menit kemudian Yunaz datang. Bismillah, setelah membaca beberapa doa, kami mulai membuka pengumuman. Kami melakukan hompimpa untuk menentukan siapa yang membuka pertama. Perasaan kami cukup tegang. Yunaz berkesempatan membuka dahulu.


YUNAZ ALI AKBAR KARAMAN
SELAMAT ATAS KEBERHASILAN ANDA!
ANDA DINYATAKAN LULUS PADA SELEKSI SBMPTN 2015 PADA PROGRAM STUDI:
ILMU SEJARAH, UNIVERSITAS AIRLANGGA

    Yunaz tetap bersyukur meski tidak sesuai yang ia harapkan. Ia ingin diterima di UGM. Tetapi ia melihat betapa beruntungnya dia daripada teman-teman lain yang tidak diterima sehingga ia tetap bersyukur. Ia segera menghubungi kedua orang tuanya. Selanjutnya adalah saya. Dan, sekali lagi alhamdulillah.


Lulus di pilihan pertama.
    Alhamdulillah, UGM! Allah memang tidak pernah berbohong. Seketika itu saya teringat sebuah twit di Twitter. Twit itu bertuliskan (dalam arti bahasa Indonesia)  "Ada tiga cara Allah mengabulkan doa hamba-Nya. 1. Ya; 2. Ya, tetapi tidak sekarang; 3. Saya akan memberimu yang lebih baik. Jadi, Allah tak pernah menolak doamu". Saya rasa Allah memberi saya yang lebih baik. Saya sangat bersyukur. Segera setelah itu saya menelpon kedua orang tua dan keluarga, serta membalas pertanyaan dari beberapa teman di Facebook dan Line yang belum saya jawab. Selanjutnya giliran Fizal.


MUHAMMAD NAFIZAL MARDIANSAH
SELAMAT ATAS KEBERHASILAN ANDA!
ANDA DINYATAKAN LULUS PADA SELEKSI SBMPTN 2015 PADA PROGRAM STUDI:
MANAJEMEN, UNIVERSITAS BRAWIJAYA
   Fizal sebenarnya juga sangat berharap bisa diterima di UGM, tetapi ia tetap bersyukur. Kami bertiga berpelukan. Fizal dan Yunaz berpesan kepada saya agar menunggu hasil UTUL UGM tanggal 15 Juli 2015. Mereka ingin agar bisa berangkat ke Yogyakarta bersama-sama lagi. Semoga, kawan-kawan. Semoga semua siswa SMAN 1 Batu yang ikut UTUL UGM diterima semuanya. Tenang saja, kalau jodoh pasti tak akan lari ke mana.
    Dari semua momen ini saya banyak menemukan pelajaran. Kesabaran, kebersamaan, pertemanan, rasa bersyukur, semua menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Sungguh indah rencana Allah ini. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Saya akan belajar dengan baik di UGM nanti. Saya ingin terus berkarya. Saya bagai disambut UGM "selamat datang, mahasiswa baru Ilmu Filsafat 2015". Sampai bertemu di UGM.


  

   PENGUMUMAN UTUL UGM

   Hari-hari setelah pengumuman itu, semua terasa menyenangkan. Sebuah rasa syukur bisa memberi kabar baik kepada orang-orang terdekat dan yang lain. Ucapan "selamat" mengalir.

   Bukan berarti setelah pengumuman itu saya langsung dinyatakan sebagai mahasiswa resmi. Ada pendaftaran ulang yang saya lakukan secara online. Pendaftaran itu membutuhkan beberapa berkas yang harus saya urus di berbagai tempat. Selama pengurusan itu semua berjalan dengan sangat baik meski harus ke tempat yang sangat jauh. Tidak apa-apa. Cita-cita ini membuat saya tidak memiliki rasa lelah untuk mengejarnya. Selangkah demi selangkah menuju UGM. Setelah berkas-berkas yang diperlukan sudah terkumpul, saya mengisi pendaftaran ulang online di website UGM.

   Semua selesai, tapi belum benar-benar selesai. Selain masih ada beberapa kegiatan, ada hal yang sangat saya tunggu, yaitu pengumuman UTUL UGM milik teman-teman saya, terutama Yunaz dan Fizal. Pengumuman UTUL UGM dijadwalkan pukul 15.00 tanggal 15 Juli 2015. Karena sudah diterima SBMPTN, saya sudah tenang dengan segala hasil pengumuman UTUL UGM milik saya.

   15 Juli 2015. Hari pengumuman. Bismillah...


   Yang paling menyedihkan adalah Yunaz dan Fizal juga tidak diterima atau dengan kata lain mereka belum berhasil ke UGM. Tapi, mungkin ini memag jalan terbaik. Terima kasih, kawan-kawan. Kalian telah menjadi bagian dari hidup saya. Inilah guna cerita ini saya tulis di sini, yaitu agar saya dan kalian selalu mengingat dari mana kita berasal. Jangan menyerah! Ini pasti yang terbaik dari Allah. Semoga kalian bisa sukses di UNAIR dan UB.

   Meski begitu, saya mendapat kabar baik. Fatizha lolos di Biologi dan Farah lolos di Pariwisata. Sampai jumpa di Jogja, ya. Alhamdulillah. Untuk yang lain saya belum tahu karena belum mendapat kabar.

   Akhirnya, saya sekali lagi berterima kasih banyak kepada semuanya. Terima kasih yang sebesar-besarnya. Ingat, kawan. Kita mungkin berpisah tempat, tapi suatu hari kita akan bertemu lagi dengan keadaan sukses. Terima kasih.

Komentar

  1. Hallo mas harrits
    Tulisanmu menarik skli dan inspiratif.. 😃😀😀
    Minta email/pin?/idlinenya ya..mau diskusi sesama penyair nih 😄
    InsyAllah saya mau ambil filsafat tahun ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Ando. Maaf baru balas, ya. :)
      Terima kasih sudah berkunjung. Untuk kontak, ini dia.

      Email: hrbzeal@gmail.com
      PIN: 5AA1D0E6
      ID Line: harritsrizqi

      Silakan kalau mau diskusi. Dengan senang hati. :)

      Hapus
  2. Mas Rizqi saya kagum dengan tulisan mas dan bisa merasakan kerasnya perjuangan mas. Tahun ini adalah giliran saya untuk bisa merasakan perjuangan keras layaknya Mas Rizqi. Terimakasih atas torehan pengalaman yang membuat saya lebih termotivasi lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Agung. Terima kasih atas apresiasimu. Maaf, baru sempat membalas. :) Semoga kamu dilancarkan dan mendapat yang terbaik. Semangat!

      Hapus
  3. Assalamualaikum mas haris, maaf sebelumnya saya mau tanya untuk um ugm jalur pbos sendiri ketika tes keterampilan itu yang diujikan kepada kita apa ya mas? Terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. PBOS, ya? Aku sebenarnya kurang mengerti untuk yang jalur itu. Kalau tidak salah nanti kamu memilih sendiri sesuai bakatmu. Misalnya, fotografi, desain, atau yang lain.

      Hapus
  4. Sangat menginspirasi dari kisah perjuangannya. Doakan saya juga ya Kak, supaya saya bisa menggapai impian saya sebagai mahasiswa FIB UI tahun 2018 nanti. Amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Fernando. Terima kasih, ya. Persiapkan mulai sekarang. Semoga lancar. Aamiin.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. selamat ya gan!
    ane juga ang. 2015 gan, tp thn ini mau ikut sbm dan lintas jurusan juga gan. bagi tipsnya dong gan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo halo. Semangat, ya! Perbanyak pacar aja, om. :D hehe

      Hapus
  7. Saya niatnya juga mau masuk Filsafat UGM. Boleh tanya, yang paling susah di Filsafat itu apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Kirito. Hubungi saya lewat ID Line harritsrizqi. Nanti saya jawab di sana. :)

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Keren juga.Filsafat UGM bagus.Share dong cerita jadi anak Filsafat itu gimana soalnya temenku ada yang mau jadi anak filsafat nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, baca aja tulisanku yang kumpulan pertanyaan. http://harritsrizqi.blogspot.co.id/2016/02/kumpulan-pertanyaan-dari-adik-adik.html

      Hapus
  10. ikut seneng juga Filsafat UGM bagus juga.

    BalasHapus
  11. bang nanya dong, UTUL UGM kok orang ada pas fotonya pada beda-beda. padahal kan disuruhnya waktu itu warna biru. Abang waktu itu warna apaan pas daftar ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pakai pasfoto dari sekolahku, backgroundnya kuning, aku pakai seragam.

      Hapus
  12. Hallo Salam Kenal..saya alumni filsafat ugm angkatan 2011 dan lulus 3 tahun 4 bulan...dan sekarang bekerja di perusahaan Asing milik Jerman.
    Keep survived ya..senang bisa baca tulisan kamu.Percayalah bahwa lulusan filsafat dapat berkompetisi di dunia kerja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sangat membantu tulisan anda . saya sedang ditentang keluarga saya karna saya mengambil filsafat ugm.alasan mereka karna filsafat itu susah cari kerja dll. saya sudah ditrima di ugm namun keluarga saya tetap ingin saya mengambil jurusan lain .

      Hapus
  13. alhamdulillah.. hebat mas!:D aku rencananya mau ke jurusan filsafat juga.. tapi ibu kurang mantep sama pilihan saya, katanya bingung nanti pekerjaannya apa. menurut mas saya harus gimana?dan harus jawab apa ke ibu saya?..

    BalasHapus
  14. Uh.. Seneng bisa baca tulisannya.. Sama komenannya yang beda2.. Kak.. Saya ambil Sastra Indonesia UGM .. Doakan lulus yaa... Hehe :D

    BalasHapus
  15. Terima kasih mas, saya merasa termotivasi atas tulisan ada saya juga berkeingginan menjadi mahasisawa fakultas ilmu fisafat tapi dari orang tua tidak memperbolehkan saya untuk mengambil itu,saya merasa sedih karena sangat suka dengan ilmu itu, apakah anda dapat memberikan saran untuk saya ???

    BalasHapus
  16. Terima kasih mas, saya merasa termotivasi atas tulisan ada saya juga berkeingginan menjadi mahasisawa fakultas ilmu fisafat tapi dari orang tua tidak memperbolehkan saya untuk mengambil itu,saya merasa sedih karena sangat suka dengan ilmu itu, apakah anda dapat memberikan saran untuk saya ???

    BalasHapus
  17. wih mantep banget kak, perjuangan sama keinginannya besar sekali 😊 really appreciate it! termotivasi banget kak! terima kasih sudah share pengalamannya. UGM tunggu aku di tahun 2018 aamiin 😇

    BalasHapus
  18. Pengalaman mu menarik kak, aku jadi ingin mengikuti langkah langkah mu, kamu memotivasi aku kak.terimakasih banyak atas pengalamannya 😊

    BalasHapus
  19. MaSyaaAllah.. saya sampai nangis mas bacanya.. sukses terus mas :)

    BalasHapus
  20. Aku menangis baca tulisan kamu, Mas. Aku sempat putus asa karena menganggap diri lemah dan tidak ada apa-apanya dibanding pejuang PTN lainnya. Aku sedang menunggu pengumuman SBMPTN dan jalur masuk PTN yang lainnya. Doakan ya, Mas :')

    BalasHapus
  21. Haii mas thanks buat blog nya,sgt memotivasi aku utk bangkit saat ini aku sedang mendafatar di UGM prodi filsafat doain lulus yaa🙏

    BalasHapus

Posting Komentar