Sabtu Cerita: Pagi Kawan-kawan Baru dan Malam Hening yang Ramai

   Kali ini aku sengaja sedikit gak pakai EyD biar terasa kalau ini cerita dari orang muda. Gak, bukan gitu. Cuma biar sesuai sama bahasa verbal sehari-hari aja. Ok, hari Sabtu ini dari pagi sampe malam acaranya penuh. Makin malem makin asyik. Saking asyiknya sampe lupa bawa dompet segala. Hehehe.

CERITA PAGI - SIANG

   Jadi, pagi ini tuh aku dapet pengalaman baru. Aku ikut tes AIESEC. Itu lho semacam program ke luar negeri tapi dengan misi tertentu dan kayaknya pakai uang sendiri, katanya sih gitu. Nah, dulu, sekitar seminggu atau dua minggu sebelum hari ini, aku ngelihat di grup Line jurusanku ada yang posting soal AIESEC ini. Pikiranku waktu baca itu ya ngerasa kalau AIESEC keren nih, menantang, sekaligus coba-coba ajalah buat pengalaman. Aku buka website yang tertera di postingan itu tadi. Ya, jadi, dijelasin tuh gimana program AIESEC dan tata seleksinya. Ok. Aku baca mulai atas sampe bawah dan akhirnya aku ngisi formulir online buat ikut seleksi AIESEC. Waktu udah klik "finish", aku baru nyadar sama tulisan "volunteer" yang ada di sana. Oh iya, ini berarti bayar sendiri. Tapi ya udahlah. Santai aja. Kan niatnya buat cari pengalaman.

   Hari Rabu kalau gak salah, siang menjelang sore waktu lagi tidur, hapeku berbunyi. Wah, ada telpon nih. Aku lihat kok nomornya gak aku kenal. Aku kira temanku. Aku angkat deh. Satu detik, dua detik, tiga detik, gak ada suara. Baru deh waktu detik keempat ada suara.

   "Halo?"

   "Iya, halo," dengan sinyal Indosat yang kadang-kadang ada dan kadang-kadang enggak di kos.

   "Ini Harrits, kah?"

   "Iya, saya Harrits. Ini siapa?"

   "Harrits, ini dari tim AIESEC."

   "AIESEC? Oh, iya. Ada apa, ya?"

   "Kami memberi tahu bahwa hari Sabtu akan ada tes di FIB jam 9 pagi. Harrits, bisa?"

   "Oh, ok ok. Bisa. Ruangnya di mana, ya?"

   "Mmm... kami akan kasih tahu lewat email."

   "Ok, ok."

   "Ok."

   Suara menghilang dan kemudian telepon disudahi. Singkat cerita, aku melalui hari-hari dengan biasa dan menerima sebuah email dari tim AIESEC kalau ruang tes ada di FIB B103. Jum'at sore, Wildhan, teman sejurusan bilang bahwa dia sama Unies bakal datang ke kosan. Biasalah, mereka suka main ke sini. Akhirnya mereka jadi datang dan menginap di kosku sampe Sabtu pagi.

   Sabtu pagi jam 8 aku udah mulai siap-siap. Dimulai dengan bangun pagi yang seperti pada umumya, terus lanjut makan dengan teman-teman di warung paling murah yang pernah aku temui. Nasi pecel enak dengan porsi sepiring penuh cuma 4 ribu, broo. Itu udah murah banget hitungannya. Selesai itu, mulai deh aku siap-siap buat berangkat ke tes AIESEC. Akhirnya dua temenku tadi pulang.

   Kampus sepi. Ya iyalah, kan Sabtu libur. Aku langsung menuju ke FIB ruang B103. Aku gak tahu, maka dari itu aku tanya Pak Satpam yang ada di depan FIB. Setelah itu aku langsung cari B103. Ketemu. Ternyata cukup banyak yang ikut tes, bahkan gak cuma dari mahasiswa kampusku aja. Pertama aku ngisi presensi atau daftar hadir. Terus aku cari tempat duduk dan dapat teman baru yang bernama Donny Anwar dari Pendidikan Dokter 2013. Belakangan aku tahu kalau dia sebenarnya udah kuliah mulai 2012 di jurusan TPHP dan pindah ke Dokter waktu 2013. Terus yang aku agak kaget tuh ternyata tes ini gak gratis. Yang aku baca di web, gak ada tulisan disuruh bayar. Tapi aku lihat yang lain udah bawa uang, berarti kemungkinannya aku kurang teliti baca atau aku udah baca tapi gak paham. Kayaknya kemungkinan yang pertama. Bayar 135 ribu, broo. Itu sama dengan uang makanku buat setengah bulan. Tapi demi pengalaman dan rasa (sedikit) gengsi daripada mengundurkan diri di depan orang banyak, akhirnya aku tetep ikut.

   Sebelum bayar, kami semua disuruh masuk ke ruangan. Ada semacam ice breaking, yaitu roll dance. Ya seneng sih, biar gak tegang aja sih. Padahal aku emang gak tegang dan sema sekali biasa aja sih. Setelah itu kami diminta keluar dan akhirnya aku bayar. Waktu nyampai giliranku, aku bilang ke mbak yang ngurusin pembayaran, "Mbak, saya ke ATM dulu". Aku ngambil uang 150 ribu. Sebenernya ada rasa pengen kabur aja daripada bayar, tapi ini pengalaman, rugi banget kalau dilewatin. Ya udahlah. Setelah dari ATM aku balik ke tempat tes. Ternyata aku salah lihat. Yang harus dibayar adalah 155 ribu, bukan 135 ribu. Untung bawa 5 ribu di tas. Kaih enggak kasih enggak kasih enggak, akhirnya kasih deh. Ok.

   Tes pertama adalah tes diskusi. jadi dipanggil beberapa orang dan disuruh duduk melingkar. Ada satu orang yang menilai dan satu sebagai moderator dari tim AIESEC. Si moderator ini ngasih semacam kasus. Nah, kita disuruh mendiskusikan kasusu itu. Ngomong itu penting, kawan-kawan. Penting! Lebih baik jadi orang yang banyak omong deh. Serius. Karena aku memang jarang ngomong dan kurang terlatih bahasa Inggris secara verbal, akhirnya aku lebih banyak diem. Iya, tesnya pakai bahasa Inggris. Yang lain ngomongnya udah lancar, apalagi dari program IUP, International Undergraduate Program, yang tiap hari pelajarannya pakai bahasa Inggris, meskipun orang Indonesia semuanya. Aku paham banget apa yang jadi tujuan kasus ini dan paham apa yang diomongin orang-orang, tapi ya begitulah karena aku jarang ngomong dan gak terlalu terlatih bahasa Inggris jadi akhirnya aku banyak diem. Sesekali ngomong cukup panjang, itu aja masih gak lancar banget. Terus kita disuruh presentasiin Setelah presentasi, kami keluar.

   Untung ada si Donny, kalau enggak aku cuam diem aja kayak patung karena gak ada yang kenal. Mulailah aku berkenalan sama yang lain. Lumayan seru sih bisa kenal teman-teman baru gitu. Kami menunggu pengumuman sampai jam 12. Pengumuman itu buat nentuin siapa aja yang lolos ke tahap interview. Dan... seperti yang kuduga dan aku merasa biasa saja, aku enggak lolos. Ya udah deh. Yang penting udah tahu rasanya ikut tes kayak gini dan belajar banyak, apalagi soal bahasa Inggris. Kayaknya aku harus banyak omong. Selain itu, aku juga dapat kenalan baru dari jurusan lain. Dan, yang paling penting adalah ternyata ada uang kembalian bagi yang gak lolos seleksi tahap pertama. Alhamdulillah. Akhirnya duit balik. Cuma balik 60 ribu sih, tapi lumayan. Hikmah itu ada. Walaupun semisalnya aku lolos, aku bakal biaya sendiri ke luar negeri, dan semua orang tahu kalau biaya sendiri itu gak murah. Maka dari itu tetap disyukuri. Tapi emang asyik kok bisa dapet pengalaman kayak gitu.

CERITA SORE - MALAM

   Seminggu sebelum ini aku janjian sama temenku buat nyanyi-nyanyi. Iya, nyanyi-nyanyi biasa. Awalnya dulu aku minta ke dia buat bikinin gambar sampul buat calon novelku. Setelah dia bikin itu dan pertemuan pertama ada banyak yang harus direvisi, aku ngajakin buat ketemuan di GSP buat ngasih gambar revisian dan sekaligus ngobrol di tempat favoritku di Jogja, di GSP waktu sore. Gambar udah bagus dan kami ngobrol-ngobrol. Ternyata dia emang seniman. Selain pinter banget nggambar, dia juga bisa nyanyi. Dia dari Batam, namanya Hening. Dari namanya aja filosofis banget. Dia teman satu kelas di jurusanku. Ayahnya pelukis dan dia mewarisi hal yang sama. Ya akhirnya janjian buat nyanyi-nyanyi hari ini. Berhubung gitarku adalah gitar elektrik, aku pinjem ke teman saudaraku. Dia bernama Mas Toni. Dulu satu band dengan saudaraku yang sekarang di Jakarta, Mas Bagos. Kamis malam aku ke rumah Mas Toni. Tujuan awal emang mau main ke rumah Mas Toni buat silaturahmi, begitu lihat gitar akustik jadi inget kalau aku mau ada nyanyi-nyanyi sama Hening. Akhirnya aku pinjem ke dia.

   Sore, jam setengah 4, hari ini, dengan giatr yang terbungkus tas gitar, sesuai janjian, aku datang di GSP sebelah barat. Sambil nunggu dia yang belum datang, akhirnya aku main gitar. Suasana GSP sore yang selalu menenangkan dan suara gitar itu menyatu. Ah, betapa indah. Kemudian ada seorang bapak datang. 

   "Mas, itu gitar akustik atau elektrik. Saya boleh pinjam?"

   Tiba-tiba dia datang dan bertanya seperti itu. Aku jawab dan ngasih gitar ke dia. Dia bermain gitar. Wah, bapak ini lumayan jago, lho. Kami ngobrol tentang gitar dan tentang dirinya. Ternyata dia sedang kuliah S2 Hukum dan pada tahap penyelesaian tesis. Dia bercerita bahwa dia dulu juga main band, main lagu rock. Keren juga nih bapak ini. Sewaktu kami ngobrol, aku lihat dari kejauhan si Hening datang dari timur GSP. Aku bilang ke bapak itu kalau temanku sudah datang dan aku pamitan. Sayang sekali aku lupa nama bapak itu.

   Aku nyamperin Hening yang lagi jalan ke arahku. Terus kami jalan ke arah belakang rektorat, tempat yang asyik buat main gitar sambil nyanyi. Kami duduk di situ. Aku ngeluarin gitar dan acara dimulai. Wah, gak nyangka, ternyata si Hening suaranya enak juga. Dia kalau nyanyi itu tangannya sambil gerak, kayak menjiwai banget. Banyak lagu yang aku gak tahu tapi dia tahu, aku tahu tapi dia gak tahu. Tapi untunglah ada beberapa lagu yang sama-sama tau. Waktu lagi nyanyi, si hening ditelpon. Ternyata yang telpon itu Base, teman satu  kelas juga di jurusan. Base ini dari Payakumbuh, kalau ngomong nadanya lucu, gokil lah orangnya. Dia mau datang ke tempat kami nyanyi-nyanyi. Ok, kami ngelanjutin nyanyi. Untung si hening orangnya asyik, jadi orang kayak aku yang cenderung gak pandai berkomunikasi jadi bisa lebih banyak omong dan gak sepi.

   Base datang dengan sepedanya dan ikut nimbrung sebntar. Dia kemudian jogging sebentar, sepedanya ditinggal di depanku, dan aku sama Hening masih di tempat yang sama dan nyanyi-nyanyi. Base datang lagi 15 menit kemudian. Pas banget udah masuk magrib. Kami udahan main musiknya. Kami bertiga ke musala filsafat buat salat. Setelah salat, kami cari makan. Tapi si Base rupanya ada acara sama teman-teman kosnya. Jadi, aku makan sama Hening saja.

   Kami makan di Super Sambel. Ini nyedian makanan ala restoran tapi harga ala warung. Aman buat dompet. Oh iya, ada Super Sambel yang di dalam gedung kayak restoran dan ada yang di pinggir jalan lesehan. Nah, kami makan yang di lesehan di dekat GSP. Aku ngambil daftar menu. Hening milih pesanannya, kemudian baru aku. Aku ngasih pesanan ke mbak yang ngurusin buat makanan.

   Biasalah, sambil nunggu kami ngobrol. Gak lama kemudian pesanan datang. Ok, waktunya makan.

   "Harrits suka hati, gak?"

   "Gak, Ning. Gak suka."

   Dia tiba-tiba ngasih hati goreng ke piringku.

   "Cobain."

   Oke deh. Akhirnya aku cobain.

   'Hmm... pahit, Ning. Makanya aku gak suka."

   'Ya itu justru yang bikin enak," sambil senyum-senyum jahat gitu dia.

   Minuman yang dipesan belum datang, bahkan sampai makanan hampir habis. Namanya aja Super Sambel, si Hening mulai kepedesan dan cari air. Baru kali ini liat cewek makan gak pakai sendok dan dia cuek aja gitu, kan biasanya ada cewek yang malu-malu makan pakai tangan secara langsung. Unik aja. Hehehe.

   Akhirnya selesai makan jam 7 malam, tepat jam 7. Setelah bayar, akhirnya jalan pulang. Tapi masih jam 7. Enaknya ngapain, ya? Kalau di kos gak enak main sendiri, bosen main laptop sama main gitar. Tercetuslah ngajak Hening ke Malioboro. Oh iya, di tengah perjalanan selesai makan itu kami ktemu Base sama temannya. Katanya, dia mau ke Kopma UGM, entah buat apa.

   Sampai mana ini? Oh iya, ngajak Hening ke Malioboro. Lumayan, malem minggu kali ini gak jones (baca; jomblo ngenes). Hehehe. Lewat Jalan Pancasila ke arah halte depan Kosudagama, sekat RS Panti Rapih. Nyebrang jalan. Hening megang jaketku kayak nuntun kucing  waktu nyebrangin jalan mau ke halte TransJogja. Ok, kami nunggu bus di sana. Nunggu di sana sekitar 5 menit, kemudian bus dengan kode 2B itu datang. Kami naik, kemudian turun di halte pertama setelah naik. Agak lupa itu di mana. Wah, orang yang jaga halte itu mungkin lagi galau, maka dari itu dia nyetel lagu ke speaker. Pertama lagunya Yovie Nuno. Lupa judul lagunya. Yang paling bikin galau tuh waktu lagunya Sherina yang Kau Cinta Pertama dan Terakhirku. Musik emang hal abstrak punya efek paling konkret. Kami nunggu bus kode 3A.

   Bus datang. Si Hening tekejut. Ada apa sih? Tebak  kami ketemu siapa? Kami ketemu Base lagi. Bisa-bisanya kayak gitu. Ternyata dia sama teman-temannya tadi ke Kopma buat naik TransJogja, di situ kan ada halte.  Dia bilang dia sama teman-temannya mau ke Plaza Ambarukmo buat nonton Maze Runner. Wah, keren tuh. Base turun di halte Kridosono, semntara itu aku sama hening masih lanjut sampai Malioboro. Aku sempat berpikir jangan-jangan nanti waktu pulang ketemu Base lagi. Dia kayak manusia everywhere gitu. Hehe. Hmm... Jogja udah mulai macet, apalagi daerah sekitar Malioboro.

   Setelah lama cukup lama duduk di bus, aku sama Hening sampai Malioboro. Dia langsung cari toko alat lukis yang bernama... duh, aku lupa nama tokonya. Pokoknya dia langsung cari toko itu. Sambil cari, terdengar suara musik di dekat situ. Wah, ternyata ada acara band. Terdengar mainin lagunya Muse yang Hysteria. Waktu aku lihat sama Hening, ternyata yang main semuanya cewek, kecuali si drummer. Wah, keren deh pokoknya. Basistnya pakai bass Yamaha Rbx 5A2. Asyiik. Setelah mereka selesai ngeband, kami keluar dari sana dan  nyebrang dari sisi kiri ke sisi kanan. Ketemulah toko itu. Hening langsung masuk dan cari barang yang dia cari. Ok, dia dapat. Akhirnya jalan-jalan. Mulai dari keindahan Jogja sampai -maaf- kotoran kuda jadi topik obrolan. Seni musik pinggir jalan mewarnai jalan Malioboro. Kota Seni. Jogja is beatiful, Jogja istimewa. Kemudian kami nyebrang lagi di dekat 0 kilomter. Kami nyebrang ke sisi kiri, ke benteng Vredeburg. Rame banget. Titik 0 lagi direnovasi. Kami jalan sampai depan Taman Pintar. Takut kemaleman, kami cari halte sekitar situ buat pulang. Ketemulah halte di seberang jalan.

   "Mau ke mana, Mas?"

   "Ke Kopma, Mas.'

   "Waduh, busnya sudah habis, Mas. Sudah jam 9."

   "Ke Kosudagama?"

   "Ya, sama aja, sudah habis. Coba ke halte yang seberang itu, barangkali bisa, tapi harus muter jalur. Atau paling deket turun Bethesda."

   'ok, Mas. Makasih."

    Aku sama Hening langsung ke yang seberang lagi. 

   "Mas, mau ke mana?"

   "Bethesda, Mas?'

   'Wah, busnya habis."

   Waduh, gimana nih? Baru inget kalau asramanya Hening katanya tutup jam 9. Tapi dia gak terlalu panik sih, biasa aja. Tapi kan gak enak juga, masa harus jalan kaki dari situ ke UGM, jauh banget. Kalau akusih gak papa, tapi kan dia cewek. Ok, mulai berpikir. Aku sama Hening balik arah sambil mikir gimana cara pulang ke UGM.

   "Ning, pilih jalan kaki, naik becak, apa ojek?"

   "Serius, Rits? Gak ada cara lain?"

   Coba-coba mikir cari cara lain dan ternyata cuma itu pilihannya. Akhirnya di depan BNI ada becak motor. 

   "Ning, mau naik oak motor?"

   "Hah? Berapa harganya?" sambil senyum-senyum gelisah dan ngantuk.

   "Ntar aku tanyain"

   Oke. Nyebrang jalan lagi. Langsung ada becak motor nerhenti nawarin tumpangan. Aku langsung tanya ke tukang becak motor itu. Ini sudah diterjemhakan ke dalam bahasa Indonesia, aslinya pakai bahasa Jawa.

  "Pak, ke UGM berapa?"

  "UGM? Yang jauh itu, ya."

   "Ke UGM berapa, Pak?"

   "50 ribu deh, Mas."

   "Wah, turunin lah, Pak," sambil memasang wajah sendu yang agak memaksa.

   "40 ribu, ya?"

   "Turun dikit, Pak. 30 ribu, deh. Sama-sama membantu."

   "Wah, gimana ya, Mas, kan jauh."

   "30 ribu deh, Pak."

   "Ya udah saya turunin jadi 35. Gimana?"

  "Turun dikit, Pak. Jadi 30 deh."

  "Wah, itu udah turun banget. 35 deh saya antar."

   Hening kemudian tanya.

  "Berapa, Rits?"

  "35, Ning."

  "35 itu, Dik," tukang becak motor itu kemudian memberi informasi harga kepada Hening. 

  "35 itu berdua, Pak?" tanya Hening.

  "Iya, Dik."

  Duh, lha kok aku lupa. Aku gak bawa dompet. Aku tadi cuma bawa uang buat makan. Gak masalah sih masih bisa nggantiin, tapi kan ya masa cewek yang bayar. Tapi ya gimana lagi. Akhirnya kami naik. itu pertama kali aku naik becak (motor) bareng cewek di Jogja.

   "Maaf, Ning. Udah ngajak malah gak taunya busnya habis."

   "Nyantai aja, Rits. Malah seru bisa naik becak motor. Hehehe."

   Malah ketawa, sambil wajah-wajah orang ngantuk gitu dia. Gak enak sama dia, tapi dia malah menikmati. Ya udah, dinikmatin aja. Hehehe. Sekali-kali emang kejadian gak terencana lebih berkesan. Hehehe.

   "Habis ini aku tulis di blog, Ning," kataku waktu naik becak motor itu. Hening cuma senyum-senyum sambil ngasih jempol.

   Di tengah perjalanan aku coba ngajak ngobrol tukang becak motor itu. Wajahnya polos. Dia bercerita banyak hal. Ada bagian yang bikin aku agak tersentuh.

   (dalam bahasa Indonesia, dari bahasa Jawa) 

   "Pak, anaknya berapa?"

   "Anak saya dua, Mas."

   "Wah, sudah kerja atau di mana?"

   "Anak saya yang pertama kelas 3 di MAN, yang kedua kelas 2."

   "Wah, bentar lagi lulus nih. Mau neglanjutin di mana, Pak?"

   "Saya itu seneng-seneng aja kalau anak bisa sekolah ke mana aja, tapi biayanya itu lho, Mas."

    Aku merasa seperti ditampar. Aku yang bisa kuliah kenapa masih kadang ngeluh soal kuliah? 

   "Tapi bisa gratis kok, Pak. Coba Bidikmisi, itu kuliahnya bisa gratis."

   "Wah, lha anak saya itu kurang anu, Mas."

   "Gak papa, Pak. Coba saja Bidikmisi."

   "Oh, gitu ya, Mas?"

   "Iya, Pak. Sayang sekali kalau sampai harus berhenti."

   'Iya, Mas. Makanya itu saya seneng kalau anak bisa kuliah."

   Hmm... jadi sedih gini ya ceritanya. Si Hening diam sambil nyimak obrolanku sama bapak itu. Beberapa kata dia mengerti sepertinya walaupun aku pakai bahasa Jawa.

   Akhirnya sampai juga. Kami turun di sisi barat GSP, di dekat Super Sambel tadi. Hening ngasih 50 ribu.

   "Ini, Pak."

   Bapak itu mau ngambil kembalian.

  "Gak usah, Pak. Buat Bapak aja."

  "Terima kasih, Dik."

  Hening baik banget. 

  Kami langsung menuju ke perpustakaan pusat. Di situ ada sepeda milik Hening. Kami lewat tengah lapangan GSP untuk memotong jalan. Hening senyum-senyum terus.

   Ngambil sepedanya Hening. Ada Pak Satpam di sana.

   "Dari mana, Mas?"

   "Dari Malioboro, Pak. Bus TransJogja habis."

   "Lain kali titip di parkiran fakultas saja, Mas. Di sini cuma sampai jam 9. Fakultas mana kamu?" sambil dengan nada tenang.

   "Iya, Pak, maaf. Tadi dari Malioboro soalnya. Filsafat."

   "Oh, ya udah."

   "Maaf, Pak."

   "Ya, Mas."

    Akhirnya kami pulang boncengan. Aku di depan. Asrama Hening agak jauh dari kosku. Tapi ya masa cewek pulang sendirian, apalgi aku yang ngajak ke Malioboro tadi. Aku lihat-lihat, si Hening ini santai-santai aja sebenarnya, malah kadang senyum-senyum gak jelas. Hehe.

   "Wah, si Base gimana ya, Ning? Busnya habis. Padahal dia lebih jauh lho dari kita."

   "Iya, ya. Wah, gimana ya."

   "Ning, uangnya aku ganti besok, ya?"

   "Santa aja, Rits."

   Akhirnya sampai asramanya. Lega rasanya. Ternyata asramanya gak ditutup. Tutup jam 9 hanya mitos. Itu kami sampai di sana jam 21.44. Akhirnya aku pulang ke kos.

   Sabtu kali ini memang beda. Belajar banyak dari hari ini. Terima kasih khususnya buat Pak Becak Motor yang udah bikin saya malu dengan diri sendiri.

   Tulisan ini dibuat mulai pukul 22.05 sampai 1.21. Terima kasih.

Komentar