Satu Semester di Filsafat UGM

   Liburan kuliah semester pertama hampir selesai. Besok adalah kuliah perdana di semester kedua. Seperti tidak terasa bahwa saya sudah menyelesaikan waktu kurang lebih enam bulan di Ilmu Filsafat UGM, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya masih ingat betul bagaimana saya dan dua orang teman saya berangkat ke Jogja bersama-sama untuk tes masuk perguruan tinggi lalu sebulan kemudian kejadian mengharukan sekaligus menyenangkan terjadi.  Saya pun masih ingat euforia ketika PPSMB; memebentuk formasi Asean dengan seluruh mahasiswa baru UGM hingga diapresiasi oleh pihak Asean dan diberitakan di berbagai media. Ah, menyenangkan sekali menjadi bagian dari hal tersebut. 

   Setelah membuka pengumuman penerimaan mahasiswa baru, seorang mengirim pesan ke saya lewat Line. Ternyata ia juga mahasiswa baru Filsafat tapi dari jalur SNMPTN. Saya dimasukkan ke grup Line Filsafat UGM 2015. Tentunya saya sangat gembira karena saya akan punya keluarga baru. Tak butuh waktu lama untuk saling akrab di grup itu. Bahkan grup itu sangat membantu ketika saya akan mencari indekos di Jogja. Saya meminta bantuan kepada seorang bernama Rizki. Ia tinggal di dekat Stadion Maguwoharjo, Sleman. Singkat cerita saya, bapak saya, dan Rizki mencari indekos bersama-sama. Alhamdulillah, saya mendapatkannya di dekat fakultas saya, nama daerahnya Kuningan.

   Dari pertemuan di dunia maya berangsur menjadi pertemuan nyata. Saya mulai bertemu dengan calon teman-teman kuliah. Yang pertama saya jumpai adalah Rizki. Kemudian, seorang teman bernama Royandi dari Jakarta datang ke indekos saya bersama Abilawa dari Bandung. Tempat indekos saya terasa seperti rumah bagi saya dan teman-teman baru saya.

   Begitu pun di grup Line. Seluruh anggota sepakat akan mengadakan pertemuan atau istilahnya "kopi darat". Maka, terjadilah pertemuan itu bertepatan dengan pengambilan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa baru jalur SNMPTN. Saya yang dari jalur SBMPTN ikut-ikutan saja. Tempat pertama kali saya bertemu dengan teman-teman lain adalah di Pusat Jajanan Lembah (Pujale) UGM. Ada Fadhil dan Satria yang juga berasal dari Malang. Satu per satu teman-teman baru datang ke sana. Kami berkenalan satu sama lain. Setelah acara pertemuan itu, acara-acara selanjutnya diadakan, seperti futsal dan acara berkumpul tahap kedua. Satu hal yang paling sangat saya sayangkan adalah adanya segerombolan yang tidak mau membaur dengan yang lain. Ketika yang lain duduk bersama melingkar, mereka malah asyik sendiri. Sebenarnya ada beberapa hal kurang mengenakkan mulai acara berkumpul pertama bersama hingga hari setelah itu, tapi biarlah.

   Kemudian, berlanjut ke PPSMB. Bayangan saya sebelumnya tentang masa ospek kuliah adalah hal menyeramkan. Ternyata sama sekali tidak. Masa orientasi kampus yang bernama PPSMB itu jauh dari kata "suram" dan sebagainya. PPSMB UGM sangat menyenangkan dan mendidik. Kalau ditanya cenderung seperti apa PPSMB itu, saya akan menjawab bahwa PPSMB cenderung seperti bermain dan pada kenyataannya memang banyak bermain. Tapi, tidak hanya sekadar bermain yang biasa saja. Ada bermain melatih konsentrasi, melatih kepemimpinan, mengetahui pengetahuan tentang tempat-tempat di UGM, tata cara berdebat yang baik, dan banyak lagi.








   Sebelumnya, kami semua sebagai mahasiswa baru mengerjakan tugas tertulis PPSMB. Jujur saja tugas itu banyak sekali. Tapi, karena masih dalam masa penuh semangat karena baru diterima, tugas itu tak terasa melelahkan bagi saya; entah bagi yang lain. Tugas itu boleh diketik atau ditulis manual. Saya memilih untuk menulis secara manual. Karena menulis, otomatis saya harus membaca satu per satu materi. Keuntungannya adalah saya menjadi tahu bahwa UGM adalah kampus yang sangat filosofis, mulai dari tanggal peresmiannya, tata letak bangunan Gedung Pusat yang dibuat tidak boleh membelakangi keraton sekaligus Merapi, hingga mengapa nama "Gadjah Mada" yang dipilih sebagai nama kampus.

   24 Agustus 2015, sehari setelah PPSMB selesai adalah acara studium generale atau kuliah umum, acara perkuliahan pertama. Keesokannya barulah kuliah perdana yang diawali oleh mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan dilanjutkan Filsafat Barat Pramodern.

   Pada awal itu saya sangat tertarik mengikuti perkuliahan. Saya sangat senang bisa merasakan kuliah ketika pada fakta statistiknya hanya 30% pelajar Indonesia yang berkesempatan untuk berkuliah dan saya menjadi satu di antaranya. Saya mengikuti kegiatan perkuliahan dengan antusias; duduk paling depan agar dapat memahami penjelasan dosen dengan lebih baik.

   Sebenarnya saya agak merasa kebingungan tentang materi yang diajarkan karena awalnya Filsafat memang bukan tujuan saya dan saya belum pernah membaca buku bertema filsafat apapun. Tapi, setelah dijalani dengan cara belajar sedikit demi sedikit, saya mulai mengerti. Munculnya filsafat pertama kali adalah hal yang pertama saya pelajari.

   Tentu saya memiliki matakuliah favorit. Matakuliah favorit saya adalah Filsafat Cina Pramodern karena ternyata pemikiran-pemikiran filsufnya sangat sesuai jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan Filsafat Barat Pramodern yang cenderung ke rasionalitas, Filsafat Cina Pramodern ini mengajarkan keseimbangan dengan alam dan tata cara hidup yang sederhana. Selain itu, alasan saya menyukai matakuliah ini adalah karena dosennya menyampaikan dengan runtut, jelas, dan menyenangkan. Ada matakuliah favorit, juga ada matakuliah yang kurang saya sukai. Yang kurang saya sukai adalah Asas-asas Filsafat karena materinya sangat banyak dan tidak diimbangi dengan dosen yang baik, dalam artian beliau kurang bisa menyampaikan matakuliah ini secara menarik. Selain kedua itu, ada kategori matakuliah paling menantang. Kategori ini saya berikan kepada matakuliah yang sebenarnya cukup sulit tapi saya selalu ingin mempelajarinya, yaitu Logika 1. Berbeda dengan materi logika dalam matematika, logika di filsafat lebih banyak tentang pemahaman kebenaran atau validitas suatu proposisi atau term dan menurut saya lebih sulit logika dalam filsafat daripada logika dalam matematika. Oh iya, kalau boleh menambah satu lagi matakuliah favorit, saya akan memilih matakuliah Kebudayaan Indonesia. Materi yang diajarkan mirip dengan matapelajaran antropologi saat saya bersekolah di jurusan Bahasa, SMAN 1 Batu.

   Sekilas tentang kegiatan mahasiswa di luar perkuliahan, saya mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gadjah Mada Band. Jika di SMA, UKM adalah ekstrakulikuler. Awalnya saya mengikuti seleksi UKM di dua cabang, yaitu Gadjah Mada Band dan Gama Cendekia. Gadjah Mada Band (Gamaband) adalah unit kegiatan mahasiswa yang berpusat pada bidang band (musik). Gama Cendekia adalah unit kegiatan mahasiswa yang berpusat pada bidang penelitian interdisipliner. Saya mengikuti seleksi Gamaband sebagai gitaris; disebut seleksi karena disaring dari sekitar 200 peminat dengan sekitar 60 gitaris lain -yang akhirnya hanya diterima 5 gitaris. Untuk Gama Cendekia, saya lupa dulu mendaftar bidang apa. Anehnya, saya merasa bahwa saya lebih lancar ketika penyeleksian Gama Cendekia daripada Gamaband, tapi yang menerima saya justru Gamaband. Mungkin mereka kasihan karena saya sering ditolak cewek atau diberi harapan palsu. Saat ini saya menjadi Kepala Media dan Informasi di Gamaband, juga gitaris.

   Dua minggu saya berkuliah, saya mulai mempertanyakan sesuatu. Apa yang saya dapatkan selama ini? Tidak ada. Saya masih berbaik sangka karena mungkin itu masih masa awal dan mungkin juga saya yang kurang menangkap materi perkuliahan. Satu bulan, dua bulan, hingga tiga bulan berikutnya pertanyaan itu masih tetap ada. Saya mulai merasa kurang tertarik dengan Filsafat. Tentu ini pendapat dan perasaan saya pribadi, tapi beberapa teman -atau mungkin bisa dibilang banyak- juga merasakan hal yang sama. Bagaimana saya bisa tahu itu? Ada yang mengatakan kepada saya secara langsung jika mereka kurang suka dengan Filsafat. Ada juga beberapa yang menyampaikannya secara implisit, seperti ketika mereka mengatakan ingin mengikuti tes lagi yang berarti mereka kurang sesuai di Filsafat. Akhirnya saya sadar, berkuliah tidak hanya tentang mempelajari ilmu yang disukai, tetapi juga tentang kesesuaian dengan diri masing-masing. Saya sendiri lebih mudah menangkap dan lebih tertarik kepada materi-materi yang berkaitan tentang kebahasaan. Ada kalanya saya menyesal dulu pesimis memasukkan Sastra Indonesia dalam pilihan tes SBMPTN karena saya pikir peluangnya sangat kecil dan tidak mungkin saya akan masuk ke sana. Penyesalan tidak pernah ada di awal, paling tidak di tengah atau yang paling sering di akhir.

   Tapi, meski begitu, ada yang saya sukai perihal berkuliah di sini. Yang pertama adalah Jogja merupakan daerah dengan kesenian yang menjamur dan dihargai. Segala jenis seni bisa hidup dan berkembang di sini. Ini merupakan daerah yang cocok untuk semua orang yang mencintai kesenian, apapun bentuk kesenian itu. Saya beberapa kali menyaksikan pertunjukan bagus secara cuma-cuma alias gratis; yang berbayar pun ada.

   Yang kedua adalah tempat wisata di sekitaran Jogja sangat banyak. Mulai dari di dalam ruangan atau di luar ruang, semua ada. Untuk di luar ruangan -yang saya khususkan menjadi wisata alam, saya pernah ke beberapa pantai dan mendaki Gunung Merapi. Untuk yang di dalam ruangan, ada Benteng Vredeburg, Taman Sari, dan lain sebagainya.

   Yang ketiga adalah karena biaya hidup di sini tergolong murah. Saya ambil sebuah contoh, misalnya makanan. Saya bisa hanya mengeluarkan Rp. 6.000 untuk dua kali makan. Tapi, ini tergantung selera masing-masing. Jika ingin makan makanan mahal juga bisa.

   Yang keempat adalah hal yang paling saya rasakan manfaatnya dari UGM, yaitu Gadjah Mada Medical Center atau GMC. Kebetulan saya memiliki alergi terhadap beberapa jenis makanan, seperti ayam, telur, dan ikan laut. Kalau sedang kambuh, ada bagian kulit saya yang terasa gatal dan luka. GMC inilah yang menjadi andalan saya. Saya dapat periksa dan obat secara gratis. Tentu ini sangat membantu bagi saya karena biaya dokter kulit atau dokter umum di klinik atau rumah sakit lumayan mahal.

   Yang kelima adalah karena saya mendapat Bidik Misi. Rumah yang masih mengontrak, biaya kebutuhan sehari-hari, dan beberapa alasan mendesak lainnya membuat saya mengajukan beasiswa ini saat SMA. Saya sangat bersyukur terbantu oleh beasiswa ini saat kuliah sekarang. Ini adalah salah satu hal yang membuat saya berpikir keras apakah akan ikut tes lagi mengikuti cita-cita atau tetap di sini.

   Kembali ke filsafat, perlahan saya mulai memahami mengapa banyak orang yang menyangka bahwa belajar filsafat akan menyebabkan gila, tidak bertuhan, atau hal buruk lain. Anggapan ini ada benarnya, tapi lebih banyak tidak benarnya. Jadi, belajar filsafat merupakan belajar dengan menerapkan kemampuan berpikir secara kritis, sampai ke akar permasalahan, juga komprehensif, yakni melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Ketika seorang yang belajar filsafat menggunakan ilmu filsafatnya dalam jalan yang benar, maka ia akan cenderung mengatasi masalah, memberikan solusi, memikirkan kebaikan dari segala sesuatu, dan sebagainya. Tapi, ketika seorang yang belajar filsafat menggunakan ilmu filsafat secara kurang benar atau tidak baik, maka ia akan berpikir bahwa ia merasa bebas mengkritisi segala sesuatu, bahkan hingga tanpa aturan, dan sampai perihal yang mendasar dalam hidup, seperti agama. Akibatnya, dengan pengetahuannya -yang sebenarnya dangkal, ia mudah untuk membuat teori sendiri tanpa memiliki dasar yang kuat. Intinya dalam hal ini ia merasa bebas sebebas-bebasnya. Padahal, filsafat bukan tentang mendebatkan atau menyalahkan, juga bukan membuat teori sendiri yang justru tidak baik. Menurut saya, filsafat sesungguhnya adalah bagaimana memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang secara kritis sehingga menemukan jawaban yang baik dari seluruh yang bersangkutan dan memperbaiki masalah yang ada.

   Kembali ke perihal kuliah. Semakin lama saya semakin kurang merasa sesuai ada di Filsafat. Meski begitu, tentu ada teman-teman saya yang sesuai dengan Filsafat dan mungkin itulah bidang mereka. Tapi, saya rasa bidang saya bukan di sini. Saya mulai merencanakan untuk berpindah ke jurusan yang saya anggap paling sesuai dengan saya, yaitu Sastra Indonesia.

   Meski saya kurang merasa sesuai dan karena saya sudah terlanjur di sini, maka saya memutuskan dalam semester satu ini untuk tetap belajar sebagaimana mestinya. Akhirnya, belajar saya tidak sia-sia. Untuk semester pertama, saya mendapatkan IP yang bernilai di atas 3,5 tapi di bawah 3,8. Saya tidak menyebutkan angka pastinya; yang jelas di antara itu. Padahal, perkiraan saya adalah di bawah 3, bahkan target saya hanya 2,75. Ternyata bisa lebih baik. Karena IP saya lumayan, saya diperbolehkan mengambil 24 SKS pada semester kedua. Ada sembilan matakuliah wajib di semester kedua yang bernilai 18 SKS. Karena masih tersisa 6 SKS, saya memutuskan untuk mengambil tiga matakuliah lain yang berada di semester tiga, empat, dan lima; masing-masing bernilai 2 SKS. Matakuliah yang saya ambil adalah Filsafat Manusia, Filsafat Teknologi, dan Bahasa Inggris Filsafat. Saya ingin sekali mengambil Filsafat Bahasa, tapi jadwalnya bersamaan dengan Filsafat Barat Modern sehingga saya harus memilih yang lain. Saya juga sebelumnya ingin mengambil Estetika, tapi karena dosennya sama dengan dosen Asas-asas Filsafat dan saya takut tidak paham apa yang diajarkannya, saya tidak jadi memilihnya.

   Kesan untuk semester pertama adalah "banyak warna" dan terasa cepat. Tidak semua cerita di semester pertama dapat saya ceritakan karena akan sangat panjang, bahkan bisa menjadi novel mungkin. Yang jelas ada dua rencana besar yang menyangkut perkuliahan di semester kedua ini. Yang pertama adalah mengikuti semester dua di Filsafat dengan lebih semangat. Dan, yang kedua adalah mengikuti tes SBMPTN 2016 dan SIMAK UI dengan tujuan Sastra Indonesia karena saya jatuh cinta dengan sastra Indonesia dan saya ingin belajar linguistik.

   Saya akan mengakhiri tulisan ini dengan pesan-pesan kepada adik-adik kelas yang akan masuk ke dunia perkuliahan. Pesan saya adalah pilihlah yang sesuai dengan bakat dan itu menjadi minat kalian untuk belajar. Juga jangan berhenti untuk mengejar yang menjadi cita-cita kalian; optimislah sekalipun itu terasa tidak mungkin. Pesimis hanya menyebabkan penyesalan. Terima kasih.

Komentar

  1. tetap semangat di filasat ya,terus berjuang.....
    keren dapat bidikmisi.pokoknya ilmu itu selalu berguna apapun itu.

    BalasHapus
  2. halo kak, tulisannya sangat bagus, saya jadi terinspirasi :)
    oiya kak, saya maba filsafat ugm 2018:)

    BalasHapus
  3. Tulisan yg Bagus, saya orang tua siswa berterimakasih atas tulisan pengalaman nya saya Ada pandangan tujuan anak memilih jurusan ini

    BalasHapus
  4. Kak boleh saya bertanya lewat email? Saya juga maba Filsafat UGM 2019, sepertinya saya ada kesamaan dengan cerita kakak.

    BalasHapus
  5. Iri banget ppsmb nya offline aku onlinešŸ„²

    BalasHapus

Posting Komentar