Mengenang Puspa Indah


    Sabtu lalu, 14 Januari 2016, setelah pertemuan kecil di warung kopi di dekat alun-alun Kota Batu bersama dua sahabat saya, Yunaz dan Nafizal, saya diantar Yunaz ke terminal Batu untuk naik bus. Saya hendak pulang ke rumah saya. Saat itu adalah malam hari sekitar pukul 20.30 WIB. Semakin malam, bus semakin jarang yang lewat. Namun, biasanya pada jam tersebut bus masih ada. Bus yang tersisa biasanya adalah Puspa Indah, bus legendaris bagi orang-orang yang sering pergi Malang-Jombang, Malang-Kediri, atau Malang-Tuban, dan sebaliknya. Bus ini memiliki gaya jalan seperti bus Sumber Slamet (Sumber Kencono), hanya saja berbeda dalam ukuran dan medan yang dilalui. Kami bertanya pada petugas yang berjaga. Beliau bilang kepada kami bahwa kami dipersilakan menunggu sampai 21.15. Jika setelah itu tidak ada bus yang lewat, kami bisa pulang. Pulang ke mana? Rumah saya jauh. Bus inilah satu-satunya alat transportasi ke rumah saya sebelum naik ojek atau dijemput. Kami memilih untuk menunggu. Jika tidak ada bus, saya akan menginap di rumah Yunaz. Setelah pukul 21.15, bus tidak kunjung lewat. Akhirnya, saya jadi menginap.
 
   Mungkin hari itulah pertanda bagi berita yang saya baca pagi ini. Menurut MalangVoice (malangvoice.com), PO Puspa Indah telah diakusisi oleh PO Bagong. Bagong adalah perusahaan otobus saingan Puspa Indah. Dengan akuisisi tersebut, Puspa Indah tidak lagi beroperasi. Saya kemudian mencari berita serupa dan menemukannya. Dimuat oleh forumdemokrasi.com, berita mengenai Puspa Indah yang tidak lagi beroperasi ternyata benar. Pantas saja sekitar dua atau tiga hari yang lalu salah satu teman saya mengunggah foto bus Puspa Indah disertai tulisan “#Rip puspa indah” di Facebook.

      Keberadaan Puspa Indah bukan hanya sebagai alat transportasi utama bagi saya dan penumpang lain ketika pergi ke Batu, Malang, Jombang, atau Kediri. Puspa Indah telah menciptakan kenangan dengan berbagai rasa. Sejak taman kanak-kanak, saya sudah akrab dengan bus ini karena bus ini adalah salah satu alat transportasi utama yang lewat di daerah tempat tinggal saya, selain angkutan umum BNK (Batu-Ngantang-Kasembon). Ada pula pesaing Puspa Indah bernama Hasti pada dahulu kala. Namun, bus Hasti tidak bertahan lama. Puspa Indah tetap menjadi raja transportasi.

       Masa-masa paling sering saya menggunakan Puspa Indah adalah ketika SMA. Jarak antara rumah dan tempat sekolah saya sangat jauh. Tidak hanya jauh, kondisi jalan antara dua tempat tersebut juga berkelok-kelok dan dikelilingi tebing curam, belum lagi kalau hujan kemudian terjadi longsor. Maka dari itu, saya memilih untuk tinggal di indekos. Karena tinggal seperti itu, saya pulang ke rumah biasanya Sabtu sore dan kembali ke indekos Minggu malam. Hal ini bisa berubah ketika ada hari libur. Saat pulang dan kembali itulah saya menggunakan jasa Puspa Indah. Selain itu, ketika ke Malang untuk jalan-jalan melepas jenuh saat SMA, hanya Puspa Indah yang bisa diandalkan. Angkutan umum (angkutan kota) berwarna ungu yang melayani trayek Batu-Landungsari (Malang) sering berhenti lama (ngetem) di beberapa tempat. Hal itu membuat angkutan umum tersebut kurang bisa diandalkan.

     Puspa Indah sering kali menjadi tempat pertemuan orang dari berbagai kalangan, seperti pelajar, pegawai kantor, pedagang, dan pengamen. Tidak jarang pula tentara atau polisi juga naik Puspa Indah. Pertemuan antara berbagai orang tersebut menciptakan suasana yang khas dalam percakapan dan keramaiannya. Hal ini didukung oleh kondisi jalan yang dilewati. Kondisi jalan yang berkelok-kelok sering membuat guncangan keras. Pada saat itu terjadi, banyak penumpang otomatis mengeluarkan kata-kata, baik teriakan maupun umpatan. Setelah berteriak atau mengumpat, para penumpang akan berbicara dengan orang yang dekat dengan dirinya. Suasana menjadi ramai. Selain itu, ukuran bus Puspa Indah juga memengaruhi. Puspa Indah adalah bus ukuran kecil. Hal ini adalah hasil penyesuaian terhadap medan trayek. Ukuran Puspa Indah yang demikian membuat suara percakapan mudah terdengar dari satu tempat ke tempat yang lain. Ketika banyak penumpang berbicara, suara-suara tersebut bercampur aduk dan menjadi ramai. Tidak hanya kondisi jalan dan ukuran bus, kondisi tempat penumpang juga memengaruhi. Setelah saya amati, keramaian lebih sering terjadi jika kondisi tempat penumpang cenderung biasa saja atau jelek. Saya jarang menemukan keramaian pada bus yang memiliki tempat penumpang yang bagus, misalnya tempat duduk yang empuk dan ber-AC. Berdasarkan hal tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa tempat yang tidak enak akan membuat orang-orang yang berada di sana banyak berbicara kemudian ramai. Sebaliknya, tempat yang nyaman akan membuat orang-orang di sana menjadi tenang kemudian berakhir pada dua kondisi, yaitu diam-berpikir (merenung) atau tidur.

    Karena penumpang Puspa Indah bukan hanya dari satu kalangan, topik pembicaraan pun tidak hanya satu tema. Saya sering menjumpai pembicaraan antara kondektur dan pedagang. Pedagang berbicara mengenai keluh kesahnya tentang pasar, biasanya soal harga barang dagangannya. Kondektur mengomentari hal tersebut dengan memberi contoh, seperti istrinya kesulitan membeli beberapa bahan masakan karena harganya yang mahal. Itu adalah salah satu contoh interaksi yang tercipta di Puspa Indah. Selain itu, tema kehidupan pelajar, pegawai, dan berbagai kalangan lain sering mengisi ruang penumpang.

    Ada sesuatu khas dari Puspa Indah yang tidak saya temui di bus-bus lain. Itu adalah kondektur yang gemar menelepon. Awalnya, saya mengira kondektur-kondektur Puspa Indah sekadar menelepon biasa, mungkin ke istri, saudara, atau orang lain. Segera saya ketahui bahwa kondektur-kondektur ini saling menelepon. Hampir di setiap tempat dan setiap waktu mereka menelepon. Saya tertarik mengamati perilaku para kondektur ini, lebih tepatnya mencari tahu mengapa mereka harus menelepon sesering itu. Jawabannya adalah mereka menelepon untuk saling mengetahui posisi rekan-rekannya. Hal tersebut dimaksudkan agar sesama Puspa Indah tidak ada yang mendahului dan mereka bisa memberi tahu yang lain jika ada bus pesaing yang berada di sekitarnya. Masing-masing kondektur akan melapor kepada sopirnya. Jika ada bus Puspa Indah II yang berada pada jarak relatif dekat dari Puspa Indah I (Puspa Indah II di belakang Puspa Indah I), kondektur Puspa Indah I akan memberi tahu sopirnya dan si sopir menambah kecepatan busnya. Setiap bus mempunyai nomor masing-masing. Hal ini dapat dibuktikan dari ucapan si kondektur saat menelepon, misalnya “56 wis cul Kambal (bus nomor 56 sudah meninggalkan Kambal)”. Namun, saya belum tahu pasti dari mana mereka bisa memberi nomor kepada setiap bus karena ada beberapa bus yang tidak memiliki nomor di kaca depan, tetapi tetap disebut nomornya oleh si kondektur.

    Puspa Indah telah menemani saya dalam berbagai keadaan. Keadaan yang saya maksud bisa berupa keadaan tubuh atau jiwa, keadaan penumpang, dan keadaan jalan. Saya pernah naik Puspa Indah ketika saya sedang sakit, senang, kurang bersemangat, atau rindu seseorang. Saya pernah naik Puspa Indah ketika ruang penumpang tidak cukup untuk dimasuki penumpang lagi dan si kondektur memaksakan keadaan. Hasilnya, saya terhimpit di pintu belakang. Untung saja pintu tersebut tidak rusak atau mudah terbuka. Saya pun pernah naik Puspa Indah ketika bus harus melewati area yang baru saja terkena longsor, baik itu bahu jalan maupun tebing.

    Sekitar dua atau tiga tahun lalu, bus Bagong mulai meramaikan jalur transportasi darat Malang-Jombang dan Malang-Kediri. Puspa Indah yang telah menjadi bus tunggal selama bertahun-tahun akhirnya memiliki pesaing lagi. Pesaing Puspa Indah kali ini tidak bisa diremehkan. Bus-bus Bagong memiliki kondisi yang sangat baik dengan tempat duduk penumpang yang bagus dan nyaman, serta ber-AC. Puspa Indah mulai mengalami kemunduran. Tidak jarang Puspa Indah dan Bagong mengalami perselisihan. Bahkan, awak Puspa Indah pernah mogok bekerja. Hal itu terjadi kira-kira saat saya berada di masa pengujung SMA. Namun, perselisihan tersebut juga membuat dampak positif. Bus-bus Puspa Indah satu per satu diperbaiki atau mungkin diganti dengan yang baru. Tempat duduk penumpang menjadi lebih nyaman untuk diduduki. AC menyala selama perjalanan.

   Bisnis adalah persaingan. Siapa yang tidak mampu bertahan atau setidaknya mengimbangi akan mati. Hal tersebut juga berlaku pada Puspa Indah. Puspa Indah akhirnya gulung tikar.

   Menurut kedua berita yang saya baca, ada beberapa awak Puspa Indah yang tidak mau pindah ke Bagong. Selain faktor rivalitas, saya yakin, walaupun kemungkinannya kecil, beberapa awak Puspa Indah tidak mau pindah karena mereka memiliki kenangan tersendiri bersama Puspa Indah, sama seperti saya sebagai salah satu penumpangnya, hanya saja saya tidak punya masalah untuk naik Bagong. Brand Puspa Indah sebagai raja jalanan Malang-Kediri dan Malang-Jombang masih melekat, sama seperti segala minuman kemasan, baik berbentuk botol maupun gelas, yang ujung-ujungnya tetap saja disebut “Aqua”. Perbedaannya hanyalah Aqua masih ada dan Puspa Indah tidak. Namun, satu yang pasti adalah nama “Puspa Indah” akan tetap abadi.

Sumber berita:
http://malangvoice.com/diakuisisi-po-bagong-puspa-indah-tinggal-nama/ 
http://www.forumdemokrasi.com/bus-puspa-indah-gulung-tikar/ 

Komentar

Posting Komentar